Menghitung Hari Menuju Resesi Amerika, Rupiah Menguat Nih!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mampu menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan Jumat (16/12/2022). Meski demikian besarnya tekanan dari eksternal menyulitkan rupiah untuk menguat tajam.
Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan melemah 0,03% di Rp 15.620/US$. Rupiah kemudian berbalik menguat 0,25% ke Rp 15.590/US$ pada pukul 9:05 WIB.
Sentimen pelaku pasar yang memburuk, tercermin dari rontoknya bursa saham AS (Wall Street) dan bursa Eropa membuat rupiah berisiko bergerak volatil hari ini.
Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup ambruk 2,25%, S&P 500 anjlok 2,48% dan Nasdaq Composite longsor 3,23%.
Tidak hanya Wall Street, bursa saham Eropa juga senasib. Indeks DAX Jerman, CAC Prancis, FTSE MIB Italia masing-masing ambrol lebih dari 3%, FTSE100 Inggris turun 0,9%.
4 bank sentral utama dunia yang menaikkan suku bunga kemarin menjadi pemicu jebloknya bursa saham tersebut, dan tentunya tidak menguntungkan bagi rupiah yang merupakan aset emerging market.
Masalahnya bukan di kenaikan suku bunga, tetapi outlook ke depannya di mana suku bunga masih akan terus dinaikkan. Dan suku bunga tinggi di tahan dalam waktu yang lama. Alhasil, resesi tinggal menghitung hari, dan ada risiko dalam serta panjang.
Eropa diperkirakan akan mengalami resesi di kuartal I-2023, berdasarkan hasil survei terbaru Reuters ke para ekonom.
Kuartal I-2023 tinggal 15 hari lagi, artinya jika prediksi tersebut benar tidak lama lagi Benua Biru akan mengalami resesi.
Memang untuk mengkonfirmasi resesi produk domestik bruto (PDB) harus berkontraksi atau tumbuh negatif dalam dua kuartal beruntun. Namun, rilis data PDB biasanya memakan waktu beberapa hari hingga minggu setelah kuartal berakhir, sehingga kepastian resesi baru akan diketahui paling cepat April 2023.
Tetapi, efek resesi tentunya sudah dirasakan selama kuartal I tahun depan.
Median hasil survei dari Reuters menunjukkan kemungkinan resesi terjadi di zona euro sebesar 78%, naik dari survei Oktober lalu sebesar 70%.
Sementara itu ekonom Bank of America memprediksi Negeri Paman Sam akan mengalami resesi di juga di kuartal I-2023, saat PDB-nya mengalami kontraksi 0,4%.
"Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi," kata ekonom Bank of America, Savita Subramanian, sebagaimana dilansir Business Insider, akhir November lalu.
Sementara itu investor ternama, Michael Burry, memprediksi Amerika Serikat akan mengalami resesi selama beberapa tahun.
"Strategi apa yang bisa mengeluarkan kita dari resesi? Kekuatan apa yang bisa membawa kita keluar? Tidak ada. Kita akan mengalami resesi bertahun-tahun," kata Burry dalam cuitannya di Twitter, sebagaimana dilansir Business Insider.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)