Harga Minyak Mentah Meroket 3%, Sinyal Tak Jadi Resesi?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
14 December 2022 06:30
FILE PHOTO: Oil pours out of a spout from Edwin Drake's original 1859 well that launched the modern petroleum industry at the Drake Well Museum and Park in Titusville, Pennsylvania U.S., October 5, 2017. REUTERS/Brendan McDermid/File Photo
Foto: Ilustrasi: Minyak mengalir keluar dari semburan dari sumur 1859 asli Edwin Drake yang meluncurkan industri perminyakan modern di Museum dan Taman Drake Well di Titusville, Pennsylvania AS, 5 Oktober 2017. REUTERS / Brendan McDermid / File Foto

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia melejit pada perdagangan Selasa (13/12/2022) karena investor membeli aset berisiko setelah data AS menunjukkan perlambatan inflasi.

Pasar juga didukung oleh kekhawatiran tentang gangguan pasokan, termasuk penutupan yang sedang berlangsung dari pipa minyak mentah Keystone Kanada ke Amerika Serikat setelah kebocoran besar minggu lalu.

Minyak mentah acuan Brent tercatat US$80,68 per barel, melonjak 3,5% dibandingkan posisi sebelumnya. Sementara minyak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) naik 3% ke US$75,39 per barel.

Indeks dolar turun pada hari Selasa setelah data menunjukkan bahwa inflasi harga konsumen AS di bawah dari yang diharapkan bulan lalu, memperkuat harapan bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve akan memperlambat laju kenaikan suku bunga.

Meski laju kenaikan suku bunga yang dikendurkan, tetapi risiko Amerika Serikat mengalami resesi masih besar. Namun ada harapan resesi yang dialami tidak dalam dan panjang jika suku bunga tidak semakin tinggi.

Dolar AS yang lebih lemah membuat minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, yang dapat meningkatkan permintaan.

Amerika Serikat (AS) mencatatkan inflasi sebesar 7,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada November 2022.

Berdasarkan data yang dirilis Biro Statistik Tenaga Kerja AS, Selasa (13/12/2022), inflasi tersebut turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 7,7% yoy. Hasil itu sekaligus menandai penurunan inflasi selama 5 bulan berturut-turut.

Tak hanya itu, inflasi tersebut lebih rendah dari proyeksi terakhir yang dirilis sebesar 7,3% yoy.

"Tidak ada yang benar-benar melihat angka itu datang di bawah ekspektasi - kemungkinan peristiwa positif permintaan yang menempatkan tawaran di pasar," kata analis Mizuho Robert Yawger.

Fokus sekarang akan beralih ke bagaimana Federal Reserve AS menanggapi laporan CPI, tambah Yawger. Jeda kenaikan suku bunga bisa mendorong harga lebih tinggi.

Selain itu, potensi kemacetan aliran pipa minyak mentah Canada-to-US Keystone milik TC Energy Corp membantu membalikkan harga.

"Perbaikan Keystone Pipeline tampaknya memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan ( dan) meningkatkan kemungkinan penarikan stok lebih lanjut di Cushing," kata Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates.

Pedagang khawatir tentang berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan dan memulai kembali aliran minyak pipa Keystone setelah lebih dari 14.000 barel minyak bocor minggu lalu, tumpahan minyak mentah AS terbesar dalam hampir satu dekade.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras) Next Article Ambyar! Perdagangan Pertama 2023 Harga Minyak Longsor 4%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular