Rupiah Melemah Lagi, Inflasi AS Bakal Ngeri Atau Bikin Hepi?
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (13/12/2022), menjelang rilis data inflasi Negeri Paman Sam
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.655/US$, melemah 0,19% di pasar spot.
Pelaku pasar hari ini menanti data inflasi AS yang bisa menentukan kenaikan suku bunga The Fed (bank sentral AS). Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) diperkirakan turun menjadi 7,3% (year-on-year/yoy) pada November, dari bulan sebelumnya 7,7% (yoy).
Inflasi inti yang tidak memperhitungkan sektor makanan dan energi juga turun menjadi 6,1% (yoy) dari sebelumnya 6,3% (yoy).
Jika inflasi melambat, tentunya pasar semakin yakin The Fed akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya, dan rupiah bisa menguat besok. Tetapi pasar juga menanti kepastian rilis tersebut, sebab beberapa data ekonomi AS sebelumnya masih kuat, dan memicu ekspektasi inflasi tinggi akan bertahan lama.
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga 50 basis poin, atau mengurangi agresivitasnya dari sebelumnya 75 basis poin.
Seperti diketahui, The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell sebelumnya sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin empat kali beruntun hingga suku bunga saat ini menjadi 3,75% - 4%.
Bank sentral paling powerful di dunia ini akan kembali mengadakan rapat kebijakan moneter pekan ini. Pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% - 4,5% dengan probabilitas sebesar 74%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group.
Meski demikian, pasar masih melihat jika inflasi kembali meninggi, ada risiko The Fed akan kembali menaikkan 75 basis poin.
Sementara itu ekspektasi mengendurkan laju kenaikan suku bunga sudah berbuah manis bagi pasar finansial Indonesia, khususnya pasar obligasi.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) sepanjang November terjadi inflow di pasar obligasi sebesar Rp 23,7 triliun.
Inflow tersebut menjadi yang terbesar di tahun ini. Tercatat sejak awal tahun, inflow hanya terjadi pada Februari dan Agustus saja.
Pada Desember, hingga tanggal 9 total inflow sudah sebesar Rp 19,3 triliun, berdasarkan data DJPPR. Sehingga sejak November total inflow di pasar SBN tercatat sekitar Rp 43 triliun.
Dengan kembali masuknya investor asing, maka capital outflow yang terjadi pada tahun ini terus terpangkas menjadi Rp 135 triliun.
Ini tentunya menjadi kabar baik yang menandakan sentimen investor terhadap SBN mulai membaik.
Tidak hanya di pasar sekunder, lelang obligasi juga mulai diminati.
Jumlah penawaran dari investor asing pada lelang Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa (23/11/2022) kemarin mencapai Rp 6,4 triliun. Jumlah tersebut naik hampir dua kali lipat dibandingkan lelang sebelumnya yang tercatat Rp 3,62 triliun, dan naik tiga kali lipat dibandingkan pada lelang sebulan sebelumnya yakni 27 September 2022 (Rp 1,7 triliun).
Pada lelang terakhir 3 Desember lalu, jumlah penawaran asing meningkat lagi menjadi nyaris Rp 7 triliun.
Jika inflow terus berlanjut, rupiah tentunya akan punya tenaga untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)