
Awal Pekan Investor Lepas SBN, Mayoritas Yield-nya Naik

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Senin (5/12/2022), di tengah hadirnya sentimen cenderung positif pada hari ini.
Mayoritas investor cenderung melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor SBN acuan. Hanya SBN tenor 30 tahun yang masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 30 tahun turun 2,6 basis poin (bp) ke posisi 7,26% pada perdagangan hari ini.
Sementara untuk yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) naik 5,2 bp menjadi 6,902%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Meski pada hari ini investor cenderung melepas SBN, tetapi prospek obligasi pemerintah RI masih cukup baik.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan RI, sepanjang bulan November, investor asing melakukan pembelian SBN di pasar sekunder senilai Rp 23 triliun. Porsi kepemilikan asing pun meningkat menjadi Rp 736,93 triliun.
Arus masuk (inflow) tersebut menjadi yang terbesar di tahun ini. Tercatat sejak awal tahun ini, inflow hanya terjadi pada Februari dan Agustus saja.
Tidak hanya di pasar sekunder, lelang obligasi yang dilakukan pemerintah juga kembali diminati investor asing.
Pada Selasa pekan lalu, Jumlah penawaran dari investor asing pada lelang Surat Utang Negara (SUN) mencapai Rp 6,4 triliun.
Jumlah tersebut naik hampir dua kali lipat dibandingkan lelang sebelumnya yang tercatat Rp 3,62 triliun, dan naik tiga kali lipat dibandingkan pada lelang sebulan sebelumnya yakni 27September 2022 (Rp 1,7 triliun).
Ketika investor asing mulai masuk lagi ke dalam negeri, maka rupiah tentunya semakin bertenaga. Namun pada penutupan hari ini, rupiah malah terkoreksi.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) juga cenderung naik pada pagi hari ini waktu AS, jelang rilis data aktivitas non-manufaktur versi ISM.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun naik 3,3 bp ke posisi 4,313%. Sedangkan yield Treasury benchmark tenor 10 tahun juga naik 1,2 bp menjadi 3,515%.
Investor sedang menunggu data aktivitas non-manufaktur AS yang tergambarkan pada purchasing manager's index (PMI) periode November 2022 versi ISM November.
Angka-angka tersebut mencerminkan apakah kegiatan ekonomi di sektor-sektor ini tumbuh atau menyusut.
Menurut ekonom dalam survei Dow Jones, mereka memperkirakan PMI non-manufaktur Negeri Paman Sam turun menjadi 53,7 pada bulan lalu, menunjukkan perlambatan pertumbuhan dari pembacaan Oktober di 54,4.
Meski ada perlambatan, tetapi perkiraan tersebut masih berada di zona ekspansi. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.
Di lain sisi, pasar juga terus menilai serangkaian laporan pekerjaan yang diterbitkan minggu lalu, termasuk data penggajian non-pertanian (non-farming payroll/NFP), yang menunjukkan bahwa ekonomi AS menambahkan lebih banyak pekerjaan dari yang diperkirakan pada bulan lalu. Penghasilan per jam rata-rata juga naik lebih dari yang diantisipasi para ekonom.
Keketatan di pasar tenaga kerja AS secara historis terkait erat dengan tingkat inflasi yang tinggi. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah mencoba untuk melawan kenaikan harga dan karena itu telah menaikan suku bunga sebesar 75 basis poin (bp) selama empat kali berturut-turut sepanjang tahun ini.
Meski demikian, The Fed masih akan terus menaikkan suku bunga hingga awal tahun depan. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, suku bunga The Fed diperkirakan berada di kisaran 5% - 5,25% pada Mei 2023.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi