Ada Kabar Kurang Sedap, Fed Rate Bisa Naik 4 Kali Lagi 2023
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank investasi raksasa global berbasis di New York, Goldman Sachs, memprediksi bahwa ekonomi Amerika Serikat (AS) tahun depan mampu menghindari resesi karena inflasi yang mulai turun dan meningkatnya tingkat pengangguran.
Goldman mengungkapkan inflasi PCE (personal consumption expenditure) inti AS akan turun dari level 5% saat ini menjadi ke kisaran 3% pada akhir tahun depan. Selanjutnya, tingkat pengangguran di AS diperkirakan anak naik sebesar 50 bps.
Meski tingkat pengangguran hanya naik tipis, Goldman meyakini inflasi dapat ditekan karena kondisi saat ini disebut berbeda dari periode inflasi tinggi sebelumnya.
Perbedaan tersebut termasuk pasar tenaga kerja pasca-pandemi yang terlalu panas bukan karena serapan tenaga kerja yang berlebihan tetapi dalam bentuk meningkatnya lowongan pekerjaan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga jauh lebih tidak menyakitkan ketika pasar tenaga kerja mulai kembali longgar.
Kemudian Goldman juga mengungkapkan bahwa dampak disinflasi dari normalisasi kebijakan baru-baru ini dalam rantai pasokan dan pasar perumahan sewa masih cukup lama untuk benar-benar terasa dan terakhir ekspektasi inflasi jangka panjang masih tetap berlabuh sesuai harapan.
Terkait optimisme AS mampu menghindari resesi Goldman menyebut bahwa salah satu alasan langsungnya adalah adalah data aktivitas ekonomi yang baru dilaporkan sama sekali tidak memperlihatkan kondisi yang mendekati resesi. Laporan PDB lanjutan menunjukkan pertumbuhan 2,6% (disetahunkan) di Q3, nonfarm payrolls tumbuh 261 ribu di bulan Oktober, dan ada 225 ribu klaim pengangguran awal di minggu pertama November.
Dalam Survei The Wall Street Journal pada periode Oktober lalu, Goldman memperkirakan peluang AS mengalami resesi dalam 12 bulan ke depan hanya 35%. Estimasi tersebut merupakan yang terendah dari sekitar 60 forcaster yang disurvei, dengan median berada di angka 65%.
The Fed Kembali Kerek Suku Bunga
Goldman dalam laporan Macro Outlook 2023 juga menyebut kondisi tersebut akan membuat The Fed tetap menaikkan suku bunga acuannya hingga mencapai kisaran 5-5,25% di akhir tahun depan atau total kenaikan sebesar 125 basis poin (bps). Analis Goldman juga mengantisipasi bahwa bank sentral AS tahun depan kemungkinan tidak akan melonggarkan kebijakan moneter dengan pemotongan suku bunga acuan.
Kenaikan 125 bps tersebut diprediksi akan terjadi dalam empat kali siklus, mulai dari yang pertama bulan depan sebesar 50 poin. Sementara itu tahun depan The Fed diharapkan akan semakin melambatkan laju kenaikan suku bunga menjadi masing-masing 25 bps dalam tiga kali kesempatan yakni pada Februari, Maret dan Mei.
Dengan pasar tenaga kerja yang tangguh dan inflasi yang masih tinggi, Goldman tidak melihat adanya pemotongan suku bunga pada tahun 2023 kecuali jika ekonomi benar-benar memasuki resesi.
Dalam skenario ekonomi AS tanpa resesi, Goldman mengharapkan The Fed baru akan melaksanakan pemotongan tipis pertama sebesar 25 bps pada kuartal kedua 2024.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd)