Prediksi Suku Bunga BI Terbelah, Pantas Rupiah Sulit Menguat!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah 0,42% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.600/US$ pada Rabu kemarin. Dengan demikian, rupiah tidak pernah menguat sepanjang pekan ini.
Pada perdagangan Kamis (17/11/2022) perhatian utama tertuju pada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
Hasil polling Reuters menunjukkan BI akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 5,25%.
Namun, survei yang dilakukan CNBC Indonesia terhadap 14 institusi menghasilkan suara yang terbelah.
8 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek BI7DRR sebesar 50 basis points (bps) menjadi 5,25%. Sementara itu, 6 lembaga/institusi memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,00%.
Pecahnya prediksi tersebut membuat rupiah belum mampu menguat melawan dolar AS.
Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 125 bps hanya dalam waktu tiga bulan, masing-masing sebesar 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, dan 50 bps pada Oktober.
Jika BI menaikkan suku bunga 50 basis poin, ada peluang rupiah akan menguat, sebab bank sentral AS (The Fed) kemungkinan akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya menjadi 50 basis poin pada bulan depan, dari sebelumnya 75 basis poin.
Sementara jika menaikkan 25 basis poin, artinya BI juga mengendurkan laju kenaikan suku bunganya. Hal ini, kemungkinan tidak akan mampu menguatkan rupiah. Sebab, selisih suku bunga antara BI dan The Fed akan semakin menyempit.
Secara teknikal, area Rp 15.450/US$ terbukti menjadi support kuat yang menahan penguatan rupiah yang disimbolkan USD/IDR.
Level tersebut merupakan merupakan Fibonacci Retracement 38,2% dan menjadi 'gerbang keterpurukan' bagi rupiah, selama tertahan di atasnya. Terbukti, rupiah terus tertekan setelah menembus level tersebut.
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Rupiah sebelumnya terus tertekan sejak menembus ke atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50).
Rp 15.450/US$ bisa menjadi kunci pergerakan rupiah. Jika mampu ditembus ditembus dan bergerak konsisten di bawahnya, rupiah berpeluang melanjutkan penguatan.
Indikator Stochastic pada grafik harian sudah cukup lama berada di wilayah jenuh beli (overbought), akhirnya turun sehingga ruang penguatan rupiah mulai berkurang.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Rupiah juga yang membentuk gap pada perdagangan Jumat pekan lalu. Secara teknikal, suatu aset biasanya akan menutup gap tersebut. Rupiah kini berada di resisten Rp 15.600/US$, jika tertahan di atasnya ada risiko pelemahan menuju Rp 15.670/US$.
Sementara stochastic pada grafik 1 jam, yang digunakan memproyeksikan pergerakan harian bergerak naik dari wilayah overbought. Jika mampu kembali ke bawah Rp 15.600/US$ dan bertahan konsisten, ada peluang rupiah menguat ke kisaran Rp 15.550/US$ hingga Rp 15.530/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)