Investor Tunggu Kebijakan Baru BI, Harga SBN Melemah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Kamis, 17/11/2022 06:55 WIB
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Rabu (16/11/2022), di mana investor menanti kebijakan moneter terbaru Bank Indonesia (BI).

Mayoritas investor cenderung melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Kecuali SBN tenor 5 dan 10 tahun yang masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 5 tahun turun 2,7 basis poin (bp) ke posisi 6,802%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan turun tipis 0,7 bp menjadi 7,021%.


Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Investor menanti rilis kebijakan moneter terbaru dari BI yang dijadwalkan akan dirilis pada Kamis besok. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksikan BI akan menaikkan suku bunga acuan secara agresif pada bulan ini.

Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, delapan lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek BI7DRR sebesar 50 basis point (bp) menjadi 5,25%.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung bervariasi pada pagi hari ini waktu AS, karena pasar menyerap data inflasi produsen terbaru dan menunggu rilis data penjualan ritel untuk bulan Oktober 2022.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun naik 0,4 bp ke posisi 4,365%. Sedangkan yield Treasury benchmark tenor 10 tahun turun 1,1 bp menjadi 3,788%.

Inflasi di tingkat produsen (Indeks Harga Produsen/IHP) di AS naik 0,2% secara bulanan (month-to-month/mtm) untuk periode Oktober, lebih landai dari perkiraan konsensus yang semula mengharapkan kenaikan 0,4%.

Sedangkan secara tahunan (year-on-year/yoy), IHP Negeri Paman Sam pada bulan lalu melandai sedikit menjadi 8%, dari sebelumnya pada September lalu sebesar 8,4%.

Laporan tersebut menjadi data penunjang krusial setelah indeks harga konsumen (IHK) pekan lalu menunjukkan tanda-tanda tekanan inflasi mulai mereda pada bulan lalu.

Narasi inflasi puncak terlihat mendapatkan daya tarik di antara para investor di pasar, tetapi batasan untuk angkanya masih tinggi bagi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk dapat berbalik arah secara cepat.

Selain kondisi makro yang mulai membaik di AS, pasar modal juga mendapat dorongan dari jabat tangan antara Presiden China, Xi Jinping dengan Presiden AS, Joe Biden.

Hal ini karena pasar merespons positif pertemuan kedua pemimpin negara ekonomi terbesar dunia tersebut dengan harapan hubungan yang lebih stabil antara AS dan China setelah kepulangan dari KTT G20 di Bali, Indonesia.

Biden dan Xi berusaha untuk menghentikan hubungan bilateral yang kian suram antara Washington dan Beijing, menginstruksikan para pejabat untuk melanjutkan pembicaraan yang macet tentang prioritas global utama.

Meski demikian, kedua negara tersebut juga ikut mengakui adanya sederet ketidaksepakatan mendalam yang dapat mengganggu upaya tersebut.

Biden muncul dari pertemuan tersebut dengan memproyeksikan optimisme namun tetap berhati-hati, dengan China juga mengirimkan sinyal kesediaan baru dari Beijing untuk ikut serta berdiskusi secara aktif dengan AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas