Dolar Boleh Perkasa, Tapi Bank Kita Gak Goyang! Ini Buktinya
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa kondisi perbankan Indonesia ditengah penguatan dolar Amerika Serikat (AS) karena inflasi dan gejolak perekonomian global. Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara menyebut, hal itu tecermin dari angka kredit valuta asing perbankan domestik terhadap total kredit di Indoesia yang terbilang rendah.
"Angka kredit valas itu hanya sekitar 15% dibandingkan misalnya masa dulu sebelum 98. 25 tahun lalu kredit valas di dalam total perbankan indonesia bisa 40-50%. Sehingga waktu penguatan dolar terjadi perbankannya sulit sekali situasi 25 tahun lalu," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (11/11/2022).
Mirza melanjutkan, jika dilihat dari Utang Luar Negeri (ULN) swastas hanya sebesar 16% dari PDB Indonesia. Sementara total ULN pemerintah dan swasta sebesar 35% dari PDB RI. Ia menilai angka tersebut masih cukup baik dan terjaga.
"Tentunya dengan 35% ULN terhadap PDB tidak tinggi tapi artinya tetap saja bahwa negara ini harus punya valas yang cukup," ucapnya.
Mirza mengungkapkan, hingga saat ini perbankan Indonesia dalam penyaluran kreditnya untuk korporasi dan debitur yang memiliki pendapatan valuta asing. Sementara untuk perusahaan yang memiliki hutang luar negeri harus menggunakan dana tersebut kepada kegiatan yang menghasilkan.
"Misalnya apakah itu untuk kegiatan pertambangan, kegiatan ekspor. Jadi supaya risikonya terkendali," imbuhnya.
Mirza menambahkan, pelemahan dolar paman Sam yang melemah merupakan ekspektasi pasar bahwa angka inflasi di negara tersebut tidak terlalu tinggi. Meskipun demikian, hal tersebut bersifat fluktuatif.
"Market menganggap bahwa kalau gitu kenaikan suku bunga AS tak kan terlalu tinggi. Ini kan ekspektasi, berubah-ubah terus tergantung data. Saat ingin market ekspektasi suku bunga AS itu mungkin antara 4,75-5 % bahkan ada yang diatas 5%. Sekarag 4%, 3,75-4% itu yang orang lihat penguatan dolar masih berlangsung," jelasnya.
(rob/ayh)