Kalau Anda Mau Tertusuk Pisau, Boleh Datang ke London!
Jakarta, CNBC Indonesia - Popularitas London sebagai pusat keuangan global terus menurun. Berbagai faktor terkait dengan stabilitas politik, ekonomi, hingga tingkat kriminalitas yang memburuk dimana seringnya terjadi penusukan dengan menggunakan senjata tajam turut menjadi faktor penentu.
Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini London masih menyandang status sebagai salah satu Pusat Keuangan Dunia selain New York.
Mengacu pada data Global Financial Centre Index (GFCI) pada 2022, London menduduki peringkat kedua setelah New York dengan skor atau rating 726.
Kendati sejak 2021, kedua kota tersebut tetap berada di ranking 1 dan 2, akan tetapi ratingnya mengalami penurunan.
Ketika skor New York turun 3 poin, rating London anjlok 14 poin. Sementara itu kota lain seperti Shang Hai justru mengalami kenaikan.
Memang secara posisi, London masih menjadi nomor 1 di Benua Biru. Namun kompetisi semakin mengetat dengan semakin populernya beberapa nama kota di Eropa seperti Frankfurt di Jerman dan Paris di Prancis.
Berbagai indikator yang menjadi pertanda bahwa London mulai ditinggalkan adalah pembukaan kantor baru atau relokasi bank-bank besar di kota-kota lain di Eropa.
Hal tersebut disebabkan karena adanya keputusan politik besar yaitu keluarnya Inggris dari Uni Eropa sehingga menyebabkan terjadinya fenomena eksodus lapangan kerja dari London.
Salah satu konsekuensi yang harus diterima oleh London setelah Inggris meninggalkan UE adalah transaksi dan berbagai kontrak keuangan harus diselesaikan di negara-negara yang tergabung dalam UE.
Dengan alasan tersebut, wajar saja jika lembaga-lembaga keuangan dunia mulai merelokasi kantornya dari London.
Catatan CNBC Indonesia JPMorgan bahkan membeli kantor di Dublin. Sementara itu Nomura, Daiwa, Goldman Sachs, Deutsche Bank, dll., semuanya memindahkan bagian dari bisnis mereka ke kota kecil Frankfurt di Jerman.
Proses keluarnya Inggris dari UE atau yang dikenal dengan Brexit telah dimulai sejak awal tahun 2020, bahkan sebelum Covid-19 menjalar ke hampir seluruh negara di dunia dan menjadi pandemi.
Kala itu Inggris masih dipimpin oleh Perdana Menteri Boris Johnson. Namun sayang saat ini ekonomi Inggris sedang menghadapi tantangan yang berat.
Ekonomi Negeri Ratu Elizabeth sedang terpukul oleh krisis energi yang membuat inflasinya melesat tajam. Inflasi Inggris meningkat 10,1% secara tahunan pada September 2022 dan menjadi laju inflasi tertinggi dalam 4 dekade terakhir.
Inflasi tersebut membuat bank sentral Inggris BoE mau tak mau harus mengerek naik suku bunga sejak akhir tahun 2021 yang akan membuat ekonominya melambat.
Selain pukulan di sektor ekonomi, dunia perpolitikan Inggris juga mengalami berbagai polemik. Semua berawal dari mundurnya PM Boris Johnson akibat skandal politiknya dan diikuti oleh mundurnya para Menteri secara massal.
Tidak lama setelah itu, Inggris dipimpin oleh PM baru yang merupakan seorang wanita bernama Liz Truss. Namun masa jabatan Liz Truss juga pendek. Hanya menjabat 44 hari, Liz Truss harus mundur akibat berbagai polemik anggaran dan skenario penyelematan ekonomi Inggris.
Kini Inggris telah mendapat pengganti Liz Truss yaitu seorang pria yang memiliki darah India bernama Rishi Sunak. Meskipun ada harapan baru, tetap saja, ekonomi Inggris masih dicengkeram ketidakpastian. Belum lagi dari sisi keamanan, London masih dalam status mencekam atau berbagai kasus penusukan menggunakan pisau yang dilaporkan.
Pencarian sederhana menggunakan mesin pencari search engine, dengan kata kunci "London Stabbing" atau kasus penusukan pisau di London akan menghasilkan banyak sekali contoh betapa mencekamnya kondisi keamanan London saat ini.
Terbaru, pada 9 November dilaporkan ada upaya pembunuhan yang menyebabkan 3 korban pria jatuh akibat penusukan pisau di stasiun Harrow on the Hill di bagian Barat Laut kota London.
Kasus perampokan terutama penusukan menggunakan senjata tajam memang sering kali terjadi di London. Tahun 2021 saja tercatat ada setidaknya 30 kasus yang mayoritas korbannya berusia masih muda di bawah 20 tahun.
Angka kriminalitas di London tetap memprihatinkan. Data Statista menunjukkan ada 124 pembunuhan yang dicatat oleh polisi di London untuk periode antara April 2021 dan Maret 2022, dibandingkan dengan 119 pada tahun pelaporan sebelumnya.
Sejak 2015, kasus pembunuhan pembunuhan terbanyak di London terjadi pada periode 2017/2018 yaitu 159, dengan paling sedikit terjadi pada 2016/2017, ketika ada 107. Dalam lima tahun terakhir, kuartal terburuk untuk pembunuhan adalah yang kedua Kuartal 2017 sebanyak 51 kasus pembunuhan, disusul kuartal I 2018 sebanyak 46 kasus.
Bahkan menilik dari berbagai sumber, jumlah kejahatan yang menggunakan senjata tajam di London bisa mencapaii puluhan ribu kasus per tahun dan angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dengan ekonomi yang memburuk, politik yang carut marut, serta angka kriminalitas yang tinggi wajar saja popularitas London sebagai Pusat Keuangan Global kian redup.
(trp/trp)