'Kalau Bukan Karena RI, Jangan-jangan G20 Sudah Tak Ada Lagi'

Badung, CNBC Indonesia - Indonesia sebagai pemegang tongkat Presidensi G20 pada 2022 ternyata memiliki peran yang sangat penting. Seandainya bukan Indonesia, pertemuan G20 bahkan dimungkinkan tidak ada lagi.
"Kalau bukan RI jangan-jangan sudah tidak ada G20 lagi," ungkap Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) usai acara 4th Indonesia Fintech Summit 2022 di Padma Hotel Resort, Bali, Kamis (10/11/2022)
G20 adalah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20 merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia.
Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
Setiap tahun, masing-masing negara memegang presidensi yang merupakan pembeda dari kebanyakan forum multilateral yang memiliki sekretariat tetap.
Pada Riyadh Summit 2020, Indonesia ditetapkan sebagai presidensi G20, dengan serah terima yang dilakukan pada akhir KTT Roma 30-31 Oktober 2021.
Tadinya situasi berjalan normal, seiring dengan pembahasan yang akan fokus pada arah kebijakan dunia pasca pandemi covid-19 serta antisipasi di masa depan dan perubahan iklim.
Hanya saja pada Februari 2022, situasi geopolitik memanas hingga meletusnya perang antar Rusia dan Ukraina. Semua negara panik, sebab kedua pihak merupakan salah satu produsen utama untuk komoditas energi dan pangan.
Maka dari itu forum KTT G20 Bali menjadi sorotan dunia. Apalagi Indonesia mampu menghadirkan seluruh negara, sekalipun kini bersitegang. Harapan pun bertumpu kepada Indonesia untuk membuat ekonomi dunia menjadi lebih baik.
"Karena hanya RI yang bisa mengundang 20 negara dan EU dan semua hadir," jelas mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI tersebut..
[Gambas:Video CNBC]
Transisi Energi Jadi Tuntutan, Negara Berkembang Siap?
(mij/mij)