Raksasa Teknologi Rontok, Wall Street Terseret!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 28/10/2022 20:40 WIB
Foto: Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York (AP/Frank Franklin II)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street melemah di awal perdagangan Jumat (28/10/2022). Rilis kinerja keuangan emiten raksasa teknologi kembali membebani Wall Street.

Indeks Nasdaq turun 0,2%, S&P 500 minus 0,1%, sementara Dow Jones naik 0,4%. 

Para raksasa teknologi melaporkan kinerja keuangannya di pekan ini. Teranyar ada Amazon setelah melaporkan kinerja keuangan kuartal III yang lebih rendah dari ekspektasi. Selain itu panduan penjualan di kuartal IV juga dianggap mengecewakan. Pada pre-market, saham Amazon sudah rontok 13%.


Sebelumnya ada Alphabet, Microsoft dan Meta yang juga memberikan tekanan ke pasar saham.

"Melihat ke depan, kita masih berada di pusat laporan kinerja keuangan dan hasilnya akan terus mempengaruhi perdagangan. Di luar sektor teknologi, saya rasa laporan earning tidak seburuk yang diperkirakan sebelumnya," kata Tom Essaye, presiden Stevens Report Research, sebagaimana dilansir CNBC International.

Sementara itu data ekonomi yang dirilis menunjukkan inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) tumbuh 5,1% year-on-year (yoy), lebih rendah dari prediksi ekonom sebesar 5,2%.

Rilis tersebut menguatkan harapan jika bank sentral AS (The Fed) akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya.

Sebelumnya Kamis kemarin ekonomi AS pada kuartal III-2022 tumbuh dilaporkan tumbuh 2,6% Dengan produk domestik bruto (PDB) yang tumbuh, artinya Amerika Serikat lepas dari resesi.

Pada dua kuartal sebelumnya, PDB AS mengalami kontraksi 1,6% dan 0,6%, secara teknis disebut mengalami resesi.

The Fed diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada November nanti menjadi 3,75% - 4%. Namun, setelahnya banyak yang melihat bank sentral pimpinan Jerome Powell ini akan mulai mengendur.

Sebabnya, ada risiko perekonomian AS akan kembali mengalami double dip recession. Kontraksi PDB dalam 2 kuartal sebelumya secara teknis sudah disebut resesi. Namun, resesi di awal tahun ini ringan, bahkan mungkin belum terasa sebab pasar tenaga kerja AS masih sangat kuat, tetapi yang parah akan datang.

Wall Street Journal (WSJ) melaporkan beberapa pejabat The Fed mulai mengisyaratkan keinginan mereka untuk memperlambat laju kenaikan segera.

"Artikel Wall Street Journal yang menyebutkan laju kenaikan suku bunga sedang dipertimbangkan oleh para pelaku pasar," kata Daniel Ghali, ahli strategi komoditas di TD Securities, dikutip dari Reuters Jumat lalu.

Presiden The Fed San Francisco Mary Daly adalah salah satu pejabat yang menyuarakan keinginan agar The Fed bisa mengendurkan laju kenaikan suku bunga. Menurutnya, pelonggaran kebijakan diperlukan untuk mencegah ekonomi AS melambat lebih dalam.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Investasi Yang Bisa Dilirik Saat Perang & Suku Bunga Ditahan