Amerika Lepas Dari Resesi, Awas Rupiah Melemah Lagi!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 28/10/2022 08:20 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses mencatat penguatan dua hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) Kamis kemarin. Namun, pada perdagangan Jumat (28/10/2022) ada risiko rupiah kembali melemah. Sebabnya, indeks dolar AS yang melesat 0,8% setelah rilis data pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat kemarin malam.

Ekonomi AS pada kuartal III-2022 tumbuh 2,6% dibandingkan kuartal sebelumnya.Dengan produk domestik bruto (PDB) yang tumbuh di kuartal III-2022, artinya Amerika Serikat lepas dari resesi. Pada dua kuartal sebelumnya, PDB AS mengalami kontraksi 1,6% dan 0,6%, secara teknis disebut mengalami resesi.


Meski ekonomi AS sukses tumbuh, hal ini tidak serta merta disambut baik oleh para pelaku pasar. Sebab, dengan PDB yang tumbuh lebih tinggi dari ekspektasi Wall Street 2,3%, ada kemungkinan bank sentral AS (The Fed) akan terus agresif menaikkan suku bunga.

The Fed sepanjang tahun ini kenaikannya sebesar 300 basis poin, menjadi 3% - 3,25% dan masih akan terus berlanjut.

Pada November nanti, bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan menaikkan lagi sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% - 4%. Tidak cukup sampai di situ, kenaikan masih akan terus dilakukan hingga awal tahun depan.

Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 43% suku bunga The Fed berada di level 4,75% - 5% pada Februari 2023.

Dolar AS kembali menjadi bertenaga, dan rupiah terancam melemah.

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR terus tertekan sejak menembus ke atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50).

MA 50 merupakan resisten kuat, sehingga tekanan pelemahan akan lebih besar ketika rupiah menembusnya.

Rupiah kini sudah berada di atas Rp 15.450/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 38,2%. Level tersebut bisa menjadi 'gerbang keterpurukan' bagi rupiah, selama tertahan di atasnya. Terbukti, rupiah terus tertekan setelah menembus level tersebut.

Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Grafik: Rupiah (USD/IDR)
Foto: Refinitiv

Selama tertahan di atas Fibonacci Retracement 32,5% tersebut rupiah berisiko terpuruk semakin jauh, menuju Rp 16.000/US$ atau di kisaran Rp 15.900/US$ yang merupakan FIb. Retracement 23,6%.

Untuk hari ini, jika kembali menembus level Rp 15.600/US$ ada risiko rupiah melemah Rp 15.630/US$ hingga Rp 15.650/US$.

Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian sudah cukup lama berada di wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Support terdekat berada di Rp 15.550/US$ jika ditembus, rupiah berpeluang menguat menuju Rp 15.500/US$. Support kuat selanjutnya berada di Rp Rp 15.450/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS