
Jelang Rilis Data PDB AS, Yield SBN Kembali Melandai

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan Kamis (27/10/2022), jelang rilis data pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada periode kuartal III-2022.
Investor kembali memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan kembali turunnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor SBN acuan. Hanya SBN tenor 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield dan melemahnya harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 30 tahun naik 1,4 basis poin (bp) ke posisi 7,487% pada perdagangan hari ini.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara kembali melandai 7,8 bp menjadi 7,559%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung naik pada pagi hari ini waktu AS, jelang rilis data pertumbuhan ekonomi AS pada periode kuartal III-2022.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun naik 3,5 bp menjadi 4,453%. Sedangkan untuk yield Treasury benchmark tenor 10 tahun juga menanjak 6,5 bp menjadi 4,080%.
Investor akan memantau rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal III-2022 yang akan dirilis pada pukul 19:30 WIB. PDB Negeri Paman Sam tersebut diprediksi akan tumbuh 2% di kuartal III-2022. Artinya, Negeri Paman Sam akan lepas dari resesi.
PDB AS sebelumnya mengalami kontraksi dua kuartal beruntun, sehingga secara teknis disebut mengalami resesi.
Namun, pertumbuhan yang terjadi di kuartal III-2022 tidak serta merta akan disambut baik oleh pelaku pasar. Apalagi jika pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari ekspektasi. Sebab, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan terus agresif menaikkan suku bunga.
Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 50% suku bunga The Fed berada di level 4,75% - 5% pada Februari 2023. Hal ini masih memicu volatilitas di pasar finansial global, termasuk di dalam negeri.
Namun ada secercah harapan The Fed bakal mengurangi agresivitasnya. Bank sentral Kanada (Bank of Canada/BoC) kemarin kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 3,75%, tetapi lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 75 basis poin.
Sebelumnya, Wall Street Journal (WSJ) melaporkan beberapa pejabat The Fed mulai mengisyaratkan keinginan mereka untuk memperlambat laju kenaikan segera.
Beberapa pejabat The Fed secara terang-terangan juga sudah mengemukakan perbedaan pendapatnya.
Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly adalah salah satu pejabat yang menyuarakan keinginan agar The Fed bisa melonggarkan kebijakan hawkish-nya. Menurutnya, pelonggaran kebijakan diperlukan untuk mencegah ekonomi AS melambat lebih dalam.
Namun sebaliknya, Presiden The Fed Chicago, Charles Evans adalah salah satu pejabat yang tetap menginginkan keberlanjutan kebijakan hawkish. Dia menginginkan suku bunga acuan bisa dinaikkan hingga 4,5% pada tahun depan untuk kemudian ditahan.
Sebagai catatan, The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 300 bp pada tahun ini ke kisaran 3.0-3,25%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi