
Hebat, S&P Ramal Asia-Pacific Pimpin Laju Ekonomi Dunia 2023

Jakarta, CNBC Indonesia - S&P Global Market Intelligence memprediksi perekonomian negara-negara di Asia Pasifik akan mendominasi pertumbuhan ekonomi global dalam tahun-tahun mendatang.
S&P memprediksi perekonomian regional Asia Pasifik tumbuh paling tidak 3,5%tahun depan, sementara Europe dan Amerika terjerembab dalam jurang resesi.
"Asia Pasifik yang berkontribusi 35% dari produk domestik bruto (PDB) dunia, akan mendominasi pertumbuhan 2023, di topang oleh perjanjian bebas perdagangan antar negara di sana, rantai pasokan yang efisien, dan biaya yang kompetitif," tulis S&P dalam pernyataannya, seperi di kutip dari CNBC International, (27/7).
S&Pmemangkas proyeksi pertumbuhan riil ekonomi dunia 2023 sebanyak 0,6% atas estimasinya bulan lalu yang sebesar 2%, atau berarti hanya akan tumbuh 1,4%. Ini estimasi yang cukup rendah bila dibandingkan tumbuh 5,9% pada 2021, dan separuh dari proyeksi mereka atas laju PDB tahun ini di 2,8%.
Sementara banyak pandangan negatif di luar Asia-Pasifik akan membayangi ekonomi global secara keseluruhan, S&P memperkirakan dunia kemungkinan akan dapat menghindari resesi langsung.
"Dengan pertumbuhan moderat di Asia-Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika, ekonomi dunia dapat menghindari penurunan, tetapi pertumbuhan akan minimal," ujar Sara Johnson, direktur eksekutif riset ekonomi S&P Global Market Intelligence.
"Kondisi ekonomi global terus memburuk, karena inflasi tetap tinggi dan kondisi pasar keuangan yang mengetat," kata Sarah, yang juga memprediksi Eropa, Amerika Serikat, Kanada, dan sebagian Amerika Latinkemungkinan akan mengalami resesi dalam beberapa bulan mendatang.
S&P menyatakan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan India akan mendapat manfaat dari diversifikasi akivitas perdagangannya yang tak tergantung dari China.
Data CNBC Supply Chain Heat Map menunjukkan China telah kehilangan banyak dominasi manufaktur dan ekspornya, terutama akibat pengetatan aktivitas masyarakat dari kebijakan nol-Covid-nya.
Lebih lanjut, dengan ekspektasiterhadap inflasi yang lebih moderat, dan pelonggaran kebijakan moneter di tahun-tahun mendatang, S&P memperkirakan PDB riil global akan kembali melaju 2,8% pada 2024 dan 3,0% pada 2025.
Resesi di AS dan Eropa
S&P memperdiksi ekonomi kawasan Eropa dan Amerika Utara, yang berkontribusi terhadap separuh output ekonomi dunia bakal resesi di akhir 2022 dan awal 2023.
"Inflasi yang sangat tinggi menguras daya beli masyarakatnya dan akan menyebabkan penurunan belanja konsumen," kata S&P dalam rilisnya. "Baik Eropa dan Amerika Utara akan menghadapi dampak dari melemahnya permintaan dan pengetatan kondisi keuangan di pasar perumahan dan investasi modal."
S&P memperkirakan ada kontraksi ekonomi di AS dan Eropa juga kemungkinan dampaknya merembet ke seluruh dunia melalui perdagangan dan arus modal.
Sementara itu, Fitch Ratings telah memperkirakan ekonomi AS akan memasuki resesi yang nyata pada kuartal kedua tahun 2023, meskipun akan relatif lebih ringan seperti pernah terjadi sebelumnya.
"Resesi yang diproyeksikan sangat mirip dengan 1990-1991, yang mengikuti pengetatan Fed yang sama cepatnya pada 1989-1990. Namun demikian, risiko penurunan berasal dari rasio utang terhadap PDB nonfinansial, yang sekarang jauh lebih tinggi daripada tahun 1990-an," kata Olu Sonola, kepala ekonomi Fitch Ratings regional AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mum/mum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article S&P Ungkap Kekuatan Indonesia Cs Hadapi Ancaman Resesi