Jangan Panik! Rupiah Bakal Tembus Sampai Segini di Akhir 2022

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Kamis, 27/10/2022 07:55 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena 'strong dollar' masih terus berlanjut seiring dengan sikap hawkish The Fed yang akan terus menaikkan suku bunganya di akhir tahun ini.

Kuatnya dolar menampar hampir seluruh mata uang di dunia, termasuk rupiah. Mata uang Garuda tertahan di dekat level Rp 15.600/US$ dalam beberapa hari terakhir. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak April 2020 lalu.


Sepanjang tahun ini pelemahan rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) tercatat lebih dari 9%.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, pelemahan rupiah saat ini masih relatif terbatas dibandingkan dengan mata uang negara Asia lainnya.

Namun, pelemahan rupiah akan berpengaruh ke pelaku usaha manufaktur, yang notabene sebagian besar importir untuk bahan baku dan barang modal.

Josua berharap, dengan BI menaikan suku bunga 50 basis poin (bps), spread antara suku bunga BI dan The Fed tidak terlalu jauh. Sehingga pasar keuangan domestik masih dilirik investor.

Banyak analis, termasuk Josua memperkirakan Fed Fund Rate (FFR) yang saat ini berada pada kisaran 3% hingga 3,25% masih akan naik 75 bps pada November dan 50 bps pada Desember.

Dengan demikian, untuk menarik investor masuk ke dalam pasar keuangan Indonesia, BI diharapkan bisa menaikan suku bunganya menjadi 4,75%.

"Kondisi tahun depan ekspektasinya The Fed tidak seagresif tahun ini. Kita harapkan setidaknya rupiah mendekati level Rp 15.200/US$ di akhir tahun," jelas Josua kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/10/2022).

Sementara itu, Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai pelemahan nilai tukar rupiah saat ini dalam relatif baik, bahkan jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

Namun tidak bisa dihindari, pengaruh pelemahan rupiah juga berasal dari faktor eksternal, yakni dari kebijakan The Fed.

"Walaupun melemah stabilisasi rupiah masih kondusif terutama untuk sektor riil, walaupun melemah, pelemahannya 1-2 hari ini tak lebih dari 1%," jelas David.

Menurut David, pelemahan rupiah ini jangan hanya dilihat dari nominal tertentunya saja, namun yang harus dijaga adalah tingkat volatilitasnya. Oleh karena itu, nilai tukar rupiah yang masih bertengger di kisaran Rp 15.500/US$ ini dinilai masih wajar.

"Saya pikir kisaran Rp 15.500/US$ masih kondusif untuk eksportir dan importir. Sehingga sektor riil kita masih berjalan stabil dan lancar," jelas David.

David tak menampik, bahwa seiring dengan kebijakan moneter The Fed dan bank sentral global yang memperketat kebijakan moneternya, rupiah masih akan melemah hingga akhir tahun.

"Kelihatannya (rupiah) masih ada tekanan. Overshot ada dalam jangka pendek, namun awal tahun ada stabilisasi," kata David lagi.

Direktur Eksekutif atau Kepala Ekonomi Segara Research Institute Piter Abdullah melihat kemungkinan rupiah untuk melemah.

"Saya perkirakan angka-angka dari nilai tukar rupiah ditahan BI bukan pada level tertentu, namun agar volatilitas lebih stabil," jelas Piter.

"Agar volatilitas tidak terlalu lebar dan itu diperkirakan di atas Rp 15.000 dan akan pelan-pelan ke ekuilibriumnya yang baru," kata Piter lagi.

Jika benar pelemahan rupiah terus berlanjut di atas level Rp 15.000/US$ sampai akhir tahun, maka asumsi pemerintah untuk nilai tukar rupiah dalam APBN 2022 akan meleset.

Sementara itu, kurs rupiah dipatok sebesar Rp 14.350 per US$. Sementara menurut perubahan APBN sesuai Peraturan Presiden No.98 tahun 2022, kurs dipatok Rp 14.450 per US$


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: BI Siap Luncurkan Payment ID, Bisa Pantau Transaksi Keuangan