Bisa Kasih Nafas Lega, Rupiah Mampu Menguat Hari Ini!
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mampu mencatatkan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (24/10/2022), penguatan terjadi di tengah mayoritas mata uang lainnya terkoreksi terhadap dolar AS.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan menguat tajam 0,51% ke Rp 15.550/US$ setelah membukukan perlemahan 6 pekan beruntun. Pada pukul 11.10 WIB rupiah memangkas penguatannya menjadi hanya 0,26% ke Rp 15.590/US$.
Pada penutupan perdagangan rupiah tembus ke Rp 15.585/US$ menguat 0,29% di pasar spot. Namun, Mata Uang Garuda masih berada dekat dengan level Rp 15.600/US$.
Menariknya, rupiah berhasil menguat ketika indeks dolar AS sedang menguat di pasar spot. Pukul 15:00 WIB, indeks dolar AS yang mengukur kinerja sigreenbackterhadap enam mata uang dunia lainnya, menguat 0,3% ke posisi 112,35
Penguatan dolar AS terjadi setelah setelah Wall Street Journal(WSJ) melaporkan beberapa pejabat The Fed mulai mengisyaratkan keinginan mereka untuk memperlambat laju kenaikan segera.
Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat suku bunga The Fed berada di level 4,75% - 5% pada Februari 2023.
Kenaikan suku bunga tersebut, begitu juga di negara lainnya membuat perekonomian global terancam mengalami resesi di tahun depan. Alhasil, dolar AS yang menyandang statussafe haven menjadi primadona, rupiah pun kembali tak bedaya dan mencatatkan pelemahan 6 pekan beruntun.
Meskipun BI memutuskan menaikkan suku bunga acuannya, tetapi tekanan bagi rupiah masih begitu besar. Apalagi, pelaku pasar saat ini beranggapan bahwa resesi global semakin nyata. Dalam kondisi ini, dolar AS memang masih primadona.
Pasar keuangan Indonesia sedang berhadapan dengan ketidakpastian global. Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter diharapkan bisa menjadi katalis dalam menstabilkan pasar keuangan di dalam negeri. Kenaikan suku bunga BI sebesar 50 bps dinilai penting untuk menjangkar inflasi atau ekspektasi yang bergerak liar.
Namun, pada kenyataanya sehari setelah kebijakan ini dikeluarkan, kenaikan suku bunga belum mampu mendongkrak kinerja mata uang Garuda.
Apalagi, hari ini pelaku pasar masih mencermati beberapa rilis data yang datang dari China. Berdasarkan data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional China, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 yang tumbuh 3,9% secara tahunan (year-on-year/yoy), posisi tersebut juga melampaui ekspektasi para analis sebesar 3,4% yoy.
Kendati membaik dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, pertumbuhan pada kuartal III-2022 masih terbebani oleh sejumlah pembatasan akibat pandemi Covid-19 yang menekan aktivitas bisnis. Adapun, tingkat pengangguran perkotaan naik hingga 5,5% pada September.
Sejatinya, China merupakan mitra dagang terbesar bagi Indonesia, sehingga rilis data tersebut penting untuk dicermati.
Jika pertumbuhan ekonomi China melesat, tentunya Indonesia juga akan diuntungkan karena China merupakan importir terbesar komoditas dunia, tidak terkecuali komoditas asal Indonesia seperti crude palm oil/CPO, batu bara, dan nikel.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)