
Chevron: Percepatan Transisi Ekonomi Hijau Picu Gelap Ekonomi

Jakarta, CNBC Indonesia - Energi hijau dianggap sebagai penyelamat bumi karena bisa mengurangi dampak kenaikan suhu global. Namun tidak bagi Mike Wirth.
Pria yang menjabat sebagai CEO Chevron sejak 2018 tersebut mengatakan bahwa transisi energi prematur dari energi fosil ke energi hijau hanya memperparah krisis energi global saat ini. Ia menganggap kebijakan transisi energi hanya menyebabkan "lebih banyak volatilitas, lebih banyak ketidakpastian, dan lebih banyak kekacauan."
"Jika orang ingin berhenti mengemudi, berhenti terbang, itu pilihan masyarakat," katanya.
"Saya tidak berpikir kebanyakan orang ingin mundur dalam hal kualitas hidup mereka, produk kami memungkinkan itu."
Mike Wirth mengatakan bahwa transisi prematur dari bahan bakar fosil ke energi hijau adalah sebuah langkah untuk mengurangi jejak karbon dalam kegiatan ekonomi dan telah memicu "konsekuensi yang tidak diinginkan." Misalnya saja masalah pasokan energi yang sudah 'menyerang' di Eropa.
Meskipun energi terbarukan seperti angin dan matahari telah banyak diinvestasikan oleh Pemerintah Barat selama dua dekade terakhir untuk dekarbonisasi tapi Wirth menilai bahan bakar fosil masih akan digunakan dengan persentase terbesar. Terutama untuk memenuhi sumber daya pembangkit listrik.
"Kenyataannya adalah, (bahan bakar fosil) adalah apa yang menjalankan dunia saat ini. Ini akan menjalankan dunia besok dan lima tahun dari sekarang, 10 tahun dari sekarang, 20 tahun dari sekarang," jelas Wirth.
![]() Investasi Energi Fosil |
Kurangnya investasi selama bertahun-tahun memiliki andil besar dalam krisis energi saat ini. Kemudian diperparah dengan hukuman Rusia.
Bukti nyata dari investasi besar-besaran kepada energi hijau dibandingkan dengan energi fosil adalah gangguan pasar energi global. Orang-orang yang mendorong energi hijau sekarang mengatakan bahwa dunia membutuhkan lebih banyak dan tidak bertanggung jawab atas gerakan dekarbonisasi yang menjadi bumerang yang telah menyebabkan hiperinflasi energi. Konsekuensi yang tidak diinginkan dari dekarbonisasi ekonomi terlalu cepat adalah hiperinflasi energi.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(ras) Next Article Usai Serangan Iran ke Israel, Harga Minyak Dunia Tergelincir