Review Sepekan
Gak Ada Matinya, Harga Batu Bara Terbang 4% Lebih!

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara global kembali melesat di sepanjang pekan ini dan berada di level US$ 390/ton. Meroketnya harga batu bara ditopang oleh kekhawatiran akan persediaan yang kian menipis.
Mengawali pekan ini, harga batu bara kontrak Oktober di pasar ICE Newcastle sempat menanjak hingga ke level US$ 408,01/ton pada perdagangan Rabu (12/10/2022). Namun, kembali terkoreksi pada Kamis (13/10) hingga menyentuh posisi US$ 395/ton.
Pada perdagangan Jumat (14/10/2022), harga batu bara berhasil ditutup di US$ 397,5/ton atau naik 0,63% ketimbang penutupan hari sebelumnya.
Dengan begitu, harga batu bara meroket 4,56% dalam sepekan secara point to point/ptp.
Menggeliatnya harga batu bara pekan ini tampaknya ditopang oleh kekhawatiran pasokan batu bara global melandai setelah produksi batu bara Afrika Selatan anjlok karena mogok kerja.
Dilansir dari Mining.com, pengiriman batu bara dari Afrika Selatan pada pekan lalu hanya menyentuh 600.000 ton, terendah dalam setahun lebih. Pengiriman turun, terutama karena aksi mogok yang dilakukan oleh pekerja Transnet SOC Ltd.
"Mogok kerja yang lebih lama dari perkiraan mulai berdampak serius ke ekspor," tutur Alex Claude, chief executive officer DBX Commodities yang berbasis di London, dikutip dari Mining.com.
Afrika Selatan adalah eksportir terbesar kelima batu bara di dunia. Gangguan pasokan akan berdampak ke sejumlah negara, terutama Eropa. Setelah melarang impor batu bara dari Rusia pada Agustus lalu, Afrika Selatan adalah salah satu pemasok utama batu bara bagi Uni Eropa.
Permintaan batu bara thermal tercatat masih kencang pada September lalu. Dilansir dari Reuters, Eropa mengimpor batu bara thermal sebanyak 7,85 juta ton pada September. Jumlah tersebut melesat 36,3% dibandingkan September 2021.
Pemasok terbesar adalah Kolombia dengan 2,54 juta ton disusul dengan Afrika Selatan dengan 1,42 juta ton dan Rusia dengan 1,48 juta ton. Pada periode yang sama tahun lalu, Rusia masih menjadi pemasok utama dengan total 2,49 juta ton.
Permintaan batu bara thermal dari kawasan Asia juga masih meningkat pada September. Jumlah batu bara thermal yang diimpor China meningkat tipis menjadi 22,4 juta ton pada September 2022, naik 6,5% dibandingkan September 2021.
Jepang mengimpor batu bara thermal sebanyak 10,41 juta ton pada September 2022. Jumlah yang diimpor naik dari 10,82 juta ton pada periode yang sama tahun lalu.
Impor India mencapai 12,1 juta ton, melonjak 39,4% dibandingkan September 2021. Namun, impor pada September 2022 adalah yang terendah sejak April 2022.
Kendati mengimpor dalam jumlah besar, pasokan batu bara di pelabuhan utama Eropa yakni Amsterdam, Rotterdam dan Antwerp (ARA) menurun karena Jerman mengurangi impor.
Pasokan batu bara di pelabuhan tersebut ada di angka 6,2 juta ton pada minggu ini, terendah sejak awal Juni.
Namun, para pelaku pasar perlu mencermati sentimen penggerak lainnya, seperti harga gas alam Uni Eropa yang ditutup anjlok 7,68% menjadi 142 euro per megawatt-jam (MWH) pada Jumat (14/10/2022).
Seperti diketahui, batu bara merupakan sumber energi alternatif bagi gas sehingga pelemahan harga gas dapat menyeret harga batu bara terjun ke bawah. Terkoreksinya harga gas terjadi setelah Putin mengatakan Rusia siap mengirim tambahan gas alam ke Uni Eropa untuk menghangatkan musim gugur-musim dingin.
Putin menjelaskan jika salah satu dari dua jalur pipa Nord Stream 2 aman dari kebocoran yang terjadi baru-baru ini. Rusia bisa mengirim gas melalui jalur pipa yang aman tersebut. Negara Beruang Merah tersebut juga mengatakan bisa mengirim gas melalui pipa Nord Stream ke kawasan Laut Hitam atau membuat pasokan rute baru melalui Turki.
Putin menjelaskan kapasitas yang dikirim bisa mencapai 27,5 miliar meter kubik per tahun. Jumlah tersebut setara dengan 8% total kebutuhan gas Eropa. Jika Rusia mengirim gas tambahan maka pasokan gas di Uni Eropa selama musim dingin akan bertambah sehingga harga gas akan terus melandai.
"Keputusannya sekarang ada di tangan Uni Eropa," tutur Putin, seperti dikutip dari Reuters.
Selain harga gas, pelaku pasar juga perlu mencermati isu perkembangan mengenai ancaman resesi dan perkiraan musim dingin yang tidak sedingin pada tahun-tahun sebelumnya karena dapat membebani harga batu bara ke depannya. Dengan hawa yang lebih hangat maka penggunaan listrik dan batu bara kemungkinan tidak setinggi dugaan awal.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Investor Lirik Lagi Batu Bara, Sinyal Energi Hijau Meredup?
(aaf/aaf)