Titik "Cerah" Dunia Muncul, Rupiah Siap Sikat Dolar AS!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah 0,03% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.360/US$ Kamis kemarin, padahal nyaris sepanjang perdagangan rupiah mampu menguat meski tipis juga.
Pada perdagangan Jumat (14/10/2022), rupiah berpeluang menguat melihat indeks dolar AS yang jeblok hingga 0,84% ke 112.36. Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut masih jeblok setelah data menunjukkan inflasi menurun dalam 3 bulan beruntun.
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) dilaporkan tumbuh 8,2% year-on-year (yoy) pada September lalu, lebih rendah dari bulan sebelumnya 8,33% (yoy). Hal ini memberikan harapan tekanan inflasi mulai mereda dan ke depannya akan terus menurun, tanda-tanda perekonomian dunia "cerah" mulai muncul.
Analis dari Moody's Analytics yang melihat dalam 6 bulan ke depan tekanan inflasi di Amerika Serikat (AS) akan mereda.
"Inflasi akan turun dari level saat ini sekitar 8% menjadi 4%," kata Mark Zandi, kepala ekonom Moody's Analytics dalam acara "Fast Money" CNBC International, Rabu (12/10/2022).
Selain itu, Zandi percaya kebijakan yang dilakukan The Fed kali ini membawa perekonomian ke jalur yang tepat. Penurunan inflasi nantinya diperkirakan bisa mencegah terjadinya resesi.
Ia juga memprediksi suku bunga The Fed akan mencapai 4,5% - 4,75% di akhir tahun nanti, dan menahannya di level tersebut.
"Mereka akan mempertahankan suku bunga di level tersebut hingga 2024. Tetapi jika saya salah... dan inflasi masih tetap tinggi, mereka akan kembali menaikkan suku bunga dan kita akan masuk ke resesi," ujar Zandi.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan, sebab rupiah melemah tipis kemarin. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR terus tertekan sejak menembus ke atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50).
MA 50 merupakan resisten kuat, sehingga tekanan pelemahan akan lebih besar ketika rupiah menembusnya. Apalagi rupiah juga sudah menembus dan tertahan di atas Rp 15.090/US$ - Rp 15.100/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 50%.
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Selama tertahan di atas Fibonacci Retracement 50% tersebut, rupiah berisiko terpuruk semakin jauh. Target pelemahan ke Rp 15.450/US$, yang merupakan Fibonacci Retracement 38,2%.
Rupiah tertahan di resisten Rp 15.360/US$, jika level tersebut ditembus ada risiko pelemahan lebih lanjut ke Rp 15.400/US$.
Meski demikian, ada peluang rupiah menguat melihat munculnya pola Gravestone Doji pada perdagangan Rabu (12/10/2022). Ini merupakan pola bearish reversal, artinya sinyal harga suatu aset yang sebelumnya dalam tren naik berbalik arah menjadi turun.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian sudah cukup lama berada di wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic pada grafik 1 jam yang digunakan untuk memproyeksikan pergerakan harian juga bergerak turun tetapi belum masuk wilayah oversold.
Support terdekat berada di kisaran Rp 15.310/US$ yang menjadi target penguatan hari ini. Jika ditembus rupiah berpeluang menguat ke Rp 15.270/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)