Yield SBN Naik Lagi, Saat Pasar Saham Kembali Ambles
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Senin (10/10/2022) awal pekan ini, meski pasar masih cenderung khawatir dengan potensi resesi global.
Mayoritas investor melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di seluruh tenor SBN acuan.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 5 tahun menjadi yang paling besar kenaikannya pada hari ini, yakni meningkat 3,5 basis poin (bp) ke posisi 6,824%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara naik 1,6 bp menjadi 7,298%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari dalam negeri, pada hari ini ada rilis data ekonomi yang masih menunjukkan ekonomi Indonesia yang solid.
Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada September 2022 berada di 117,2, turun sedikit dari bulan sebelumnya di 124,7. Namun, level tersebut masih dinilai aman karena konsumen masih optimis mengenai kondisi ekonomi Indonesia.
Optimisme konsumen pada September 2022 juga ditopang tetap kuatnya indeks ekspektasi konsumen (IEK), terutama ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja.
Survei konsumen merupakan survei bulanan BI untuk mengetahui keyakinan konsumen mengenai kondisi ekonomi yang tercermin dari persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian ke depan.
Di sisi lain, BI berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait dan terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), pada hari ini pasar keuangannya termasuk pasar obligasi pemerintah (US Treasury) tidak dibuka karena adanya libur nasional Hari Columbus.
Namun pada perdagangan akhir pekan lalu, yield Treasury kembali menanjak. Untuk yield Treasury tenor 2 tahun, naik 6,2 bp menjadi 4,312%. Sedangkan yield Treasury tenor 10 tahun meningkat 6,4 menjadi 3,888%.
Ketidakpastian global masih membayangi pasar keuangan. Sentimen negatif datang dari Departemen Tenaga Kerja AS merilis angka tenaga kerja non-pertanian (Non-farm payrolls/NFP) yang bertambah sebanyak 263.000 tenaga kerja, di bawah dari konsensus analis Dow Jones di 275.000 pekerjaan.
Namun, angka pengangguran AS per September 2022 menurun ke 3,5% dari 3,7% pada bulan sebelumnya
Rilis data ekonomi tersebut memang pada dasarnya berita baik, tapi pada saat ini kabar baik menjadi katalis negatif, menandakan bahwa ekonomi AS tetap tangguh meskipun bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah agresif menaikkan suku bunga acuannya untuk memperlambat ekonomi.
Pasar tenaga kerja AS yang tangguh, tentunya akan membuat angka inflasi sulit melandai dan turut menekan The Fed untuk kembali agresif pada pertemuan selanjutnya pada November 2022.
"Ini bukti lebih lanjut bahwa ekonomi AS tidak melemah. Itu hanya menambah gagasan bahwa The Fed akan menghabiskan tiga minggu ke depan untuk mengatakan hal yang sama tentang suku bunga," tutur Ahli Strategi Westpac Sean Callow dikutip Reuters.
Jika inflasi kian meninggi, setidaknya akan memakan waktu lama untuk menurunkannya. Artinya, Era suku bunga tinggi akan diproyeksikan bertahan lama.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)