Rupiah Menguat Sih, Tapi Cuma 10 Menit!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 October 2022 09:23
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pembukaan perdagangan Selasa (4/10/2022). Sentimen pelaku pasar yang sedikit membaik membuat rupiah bangkit, tetapi penguatannya mampu dipertahankan kurang dari 10 menit.

Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung menguat 0,2% ke Rp 15.270/US$ di pasar spot. Penguatan rupiah kemudian terpangkas hingga stagnan di Rp 15.300/US$ pada pukul 9:07 WIB. 

Bursa saham AS (Wall Street) menguat tajam pada perdagangan Senin waktu setempat, menjadi indikasi sentimen pelaku pasar yang mulai membaik. Indeks S&P 500, Dow Jones dan Nasdaq kompak melesat lebih dari 2% pada perdagangan Senin waktu setempat.

Pulihnya bursa Wall Street terjadi setelah yield obligasi (Treasury) tenor 10 tahun yang terus menurun dan diperdagangkan sekitar 3,65%, setelah sempat menyentuh rekor tertingginya hingga 4% pekan lalu.

Selain itu, kabar baik datang dari yang batal memangkas tarif pajak. Pemangkasan pajak penghasilan sempat digaungkan oleh pemerintah Perdana Menteri (PM) Liz Truss sejak Jumat dua pekan lalu. Namun pemotongan tersebut ditentang habis-habisan anggota parlemen Inggris dari Partai Konservatif (Tory), setelah sebelumnya juga tidak diterima dengan baik oleh pasar keuangan.

Pemangkasan pajak tersebut menjadi kontroversial, sebab pemerintah Inggris tidak mengurangi anggaran belanja. Artinya, pembiayaan akan dilakukan dengan penerbitan obligasi, di saat suku bunga sedang tinggi dan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) Inggris lebih dari 100%.

Selain itu, kebijakan pelonggaran fiskal tersebut tentunya berkebalikan dengan pengetatan moneter yang dilakukan bank sentral Inggris guna meredam inflasi.

Alhasil, batalnya pemangkasan pajak tersebut disambut baik pelaku pasar.

Meski demikian, kabar kurang sedap lainnya datang dari Eropa. Kisruh Credit Suisse membuat pelaku pasar cemas akan terjadinya krisis finansial global jilid II, yang membuat rupiah sulit menguat tajam. 

Selain itu kabar baik datang dari dalam negeri kemarin. S&P Global melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia yang dilihat dari purchasing manager's index (PMI) mengalami peningkatan signifikan menjadi 53,7 September lalu, dari blan sebelumnya 51,7.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di atasnya adalah ekspansi, di bawahnya berarti kontraksi.

Sektor manufaktur Indonesia kini sudah berekspansi dalam 13 bulan beruntun, dan menjadi kabar baik saat negara-negara lain terutama di Barat menghadapi isu resesi.

"Survei terbaru konsisten dengan perkembangan terkuat kesehatan sektor manufaktur Indonesia sejak Januari. Kondisi demand yang kuat membantu membawa pesanan baru ke level tertinggi dalam hampir satu tahun terakhir," kata Laura Denman, ekonom di S&P Global Market Intelligence.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular