Mayoritas Bursa Global Ambrol, Wall Street Dibuka Beragam

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Rabu, 28/09/2022 20:55 WIB
Foto: Markets Wall Street. (AP/Courtney Crow)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Amerika (AS) dibuka beragam pada perdagangan Rabu (28/9/2022) pagi waktu New York, di tengah ambruknya bursa saham global karena kekhawatiran tekanan ekonomi global hingga ketakutan resesi.

Tiga indeks utama Wall Street dibuka beragam. Dow Jones Industrial Average naik 94,19 poin, atau 0,32%. Sementara S&P 500 naik 0,23%, dan Nasdaq Composite turun 0,12%.

Sementara saham Apple terpantau turun 2,8% setelah laporan Bloomberg, mengutip dari beberapa analis, mengatakan bahwa perusahaan teknologi akan membuang rencana untuk meningkatkan produksi iPhone baru setelah permintaan turun dari ekspektasi.


Bursa saham AS hari ini rawan terkoreksi, pasalnya Yieldobligasi tenor 10 tahun naik 4 basis poin (bps) ke 4,005% dan menjadi level tertingginya sejak 2010. Sementarayieldobligasi tenor 2 tahun turun 6 bps ke 4,248%.

Pada perdagangan Selasa (27/9/2022), indeks S&P 500 menyentuh posisi 3.623,29 dan menjadi rekor terendahnya tahun ini, serta mengindikasikan bahwa indeks acuan tersebut masuk kebear market.

Beberapa metrik teknis menunjukkan bahwa pasar saham mungkinoversold. Tapi beberapa investor masih khawatir belum memperhitungkan perlambatan pendapatan dan dampak dari kenaikan suku bunga dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Penembusan indeks S&P 500 di bawah level terendahnya merupakan indikator utama bahwa beberapa saham masih dapat melanjutkan penurunan.

"Saya pikir kita tentu tidak berada di ujung jalan dalam hal penetapan harga pada resesi penuh..kita benar-benar perlu mendapatkan valuasi murah pada ekuitas dan kita belum sampai disana," tutur Kepala Strategi Investasi iCapital Anastasia Amoroso dalam Closing Bell yang dikutip CNBC International.

Kejatuhan pasar saham di Amerika Serikat telah membuat para investor ritel di sana kehilangan lebih dari US$9 triliun atau Rp 136.800 triliun (kurs Rp 15.200/US$) dalam enam bulan. Kerugian ini diyakini akan memberi tekanan besar atas neraca dan belanja keluarga-keluarga di sana.

Angka jumbo yang direkam oleh bank sentral AS (Federal Reserve/Fed) itu diperoleh dari selisih valuasi saham dan reksadana masyarakat AS yang turun menjadi US$ 33 triliun pada Juni lalu, ambles dari kepemilikan US$ 42 triliun di awal tahun.

Dengan pasar yang terus bearish sejak Juli lalu, para analis bahkan memprediksi kerugian investasi di pasar saham para investor ritel itu bisa mencapai US$ 9,5 sampai US$ 10 triliun.

Sementara para ekonom mengatakan akan ada dampak ekonomi lanjutan dari kerugian tersebut. Yakni, menambah tekanan pada dompet warga AS, dimana bisa berdampak pada pengurangan konsumsi, pinjaman hingga investasi.

Mark Zandi, kepala ekonom Moody's Analytics, mengatakan kerugian tersebut bahkan dapat mengurangi pertumbuhan PDB riil AS hampir 0,2% pada tahun mendatang.

Hari ini, akan ada rilis data penjualan rumah yang sempat tertunda pada Agustus 2022, sehingga dapat menggambarkan situasi pasar perumahan terbaru di AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum)