Kompak dengan IHSG-Rupiah, Harga SBN Ikutan Lesu

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Rabu, 28/09/2022 19:57 WIB
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Rabu (28/9/2022), di tengah lesunya pasar keuangan global karena investor khawatir dengan potensi melambatnya kembali ekonomi global.

Mayoritas investor melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Namun untuk SBN tenor 5, 25 dan 30 tahun ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield.

Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 5 tahun merosot 8,9 basis poin (bp) ke posisi 6,843%, sedangkan yield SBN berjangka waktu 25 tahun turun tipis 0,1 bp ke 7,564%, dan yield SBN bertenor 30 tahun melandai 2 bp menjadi 7,298%


Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara kembali naik 0,6 bp menjadi 7,406%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung melandai pada pagi hari waktu AS, karena pasar masih mencerna pernyataan dari salah satu anggota bank sentral AS yang mengisyaratkan kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 2 tahun merosot 9,9 bp menjadi 4,209%. Meski melandai, tetapi yield Treasury tenor 2 tahun masih cukup tinggi.

Sedangkan untuk yield Treasury berjangka menengah yang juga menjadi benchmark obligasi pemerintah Negeri Paman Sam, yakni Treasury berjatuh tempo 10 tahun juga turun 4 bp menjadi 3,923%.

Investor cenderung bingung mencerna komentar salah satu anggota dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada awal pekan ini. Nada hawkish mereka yang luas menyarankan kepada banyak analis dan investor bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut akan dilaksanakan.

Sentimen ini digaungkan semalam oleh Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly, yang mengatakan bank sentral masih akan bersikap tegas dan serius untuk menurunkan inflasi.

Sementara menurut Charles Evans, Presiden The Fed Chicago, ia mengisyaratkan beberapa kekhawatiran tentang The Fed yang menaikkan suku terlalu cepat untuk melawan inflasi.

Proyeksi tersebut yang akhirnya membuat pasar keuangan global kembali dilanda koreksi dalam beberapa hari terakhir.

"The Fed perlu menaikkan suku bunga setidaknya satu poin persentase tahun ini," kata Charles Evans.

Secara teoritis, kenaikan yield obligasi ada kaitannya dengan keyakinan bila perekonomian akan membaik, sehingga investor berani mengambil risiko lebih untuk menanamkan duitnya ke aset yang lain, seperti saham dan produk lainnya. Namun yang terjadi sekarang adalah kebalikan dari anggapan tersebut.

Kendati dunia diprediksi akan resesi yang seharusnya bagus untuk pasar SBN, investor lokal kini lebih khawatir atas kenaikan suku bunga dan inflasi yang bisa menggerus return portfolio mereka.

Sementara sell-off SBN oleh investor asing akibat naiknya risiko rugi kurs akibat pelemahan rupiah terhadap dollar AS dan semakin menariknya yield obligasi pemerintah Negeri Paman Sam.

TIM RISET CNBC INDONESIA

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas