Akhir Pekan Investor Lepas SBN, Yield-nya Kompak Naik

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Jumat, 23/09/2022 18:24 WIB
Foto: Sun, Ilustrasi Oligasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Jumat (23/9/2022), di mana investor masih mengevaluasi langkah bank sentral Amerika Serikat (AS) dan Bank Indonesia yang kembali menaikkan suku bunga acuannya kemarin.

Investor melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di seluruh tenor.

Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 1 tahun menjadi yang paling besar kenaikan yield-nya pada hari ini, yakni melonjak 21,6 basis poin (bp) ke posisi 5,201%, dari sebelumnya di 4,985% pada perdagangan kemarin.


Sedangkan, SBN tenor 30 tahun menjadi yang paling rendah kenaikan yield-nya pada hari ini, yakni naik 1 bp menjadi 7,281%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara menanjak 4,6 bp menjadi 7,274%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Hingga hari ini, investor masing menimbang dampak yang akan ditimbulkan setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan Bank Indonesia (BI) menaikkan kembali suku bunga acuannya.

Dari dalam negeri, BI memberikan kejutan dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin, Kamis kemarin.

Kenaikan suku bunga kemarin lebih tinggi dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia mayoritas memperkirakan kenaikan sebesar 25 bp. Sehingga sekali lagi menjadi kejutan.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bp menjadi 4,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,5%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 5%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (22/9/2022) kemarin.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan kenaikan suku bunga sebagai bagian dari langkah pre-emptive, front-loading dan forward looking untuk menekan ekspektasi inflasi.

Ekspektasi diperkirakan akan melonjak setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi pada 2 September lalu.

Sementara itu dari AS, yield obligasi pemerintah (US Treasury) terpantau kembali menanjak pada pagi hari ini waktu AS, di mana untuk yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun sudah berada di kisaran 4,2%.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 2 tahun melonjak 6,5 bp menjadi 4,192%, di mana level ini merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2007.

Yield Treasury jangka pendek paling sensitif terhadap kebijakan The Fed sehingga jika The Fed masih bersikap hawkish, maka yield Treasury tersebut cenderung akan terus menanjak.

Sedangkan untuk yield Treasury berjangka menengah yang juga menjadi benchmark obligasi pemerintah Negeri Paman Sam, yakni Treasury berjatuh tempo 10 tahun juga naik 5,7 bp menjadi 3,765%.

Dini hari kemarin waktu Indonesia, The Fed resmi menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 75 basis poin (bp) dalam kali ketiga beruntun.

Keputusan yang diperoleh dengan suara bulat 12 anggota komite tersebut akan menaikkan suku bunga acuan AS atau Federal Funds Rate (FFR) ke kisaran antara 3% dan 3,25%, level yang terakhir terlihat pada awal 2008.

Kenaikan siklus kali ini sejatinya sesuai dengan ekspektasi pasar, akan tetapi komentar The Fed yang mengindikasikan The Fed tetap hawkish membuat investor makin waswas.

Tingkat suku bunga terminal atau posisi FFR, di mana bank sentral akan mengakhiri rezim pengetatannya diproyeksikan akan mencapai 4,6%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas