Dolar AS Kini Tembus Rp15.000, BI Buka Suara!
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kini berada pada level 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa situasi ini dikarenakan dolar yang terlalu perkasa.
"Hampir semua mata uang emerging market Asia mengalami pelemahan, tentu termasuk rupiah," ungkap Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/9/2022)
Perkasanya dolar AS tidak lepas dari rencana pengumuman kebijakan moneter oleh bank sentral Federal Reserve (the Fed) nanti malam. The Fed diprediksi akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, bahkan ada kemungkinan sebesar 100 basis poin.
Hal ini yang kemudian menjadi ketidakpastian bagi investor. Kebanyakan investor cenderung mengambil posisi aman sebelum keputusan diumumkan.
"Trigernya lebih karena antisipasi terhadap keputusan Fed terhadap FFR yang akan diputuskan di hari Rabu, dimana pelaku pasar memperkirakan Fed akan menaikan cukup agresif yaitu 75 bps," jelasnya.
Mata Uang Garuda terbebani oleh keperkasaan indeks dolar AS di pasar spot. Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya bergerak menguat 0,02% ke posisi 110,23 dan berada kian dekat dengan rekor tertinggi dua dekadenya di 110,79.
Selain itu, imbal hasil (yield) obligasi melesat menjelang keputusan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pekan ini.
Yield obligasi tenor 2 tahun yang sensitif dengan kenaikan suku bunga acuan The Fed, mencapai 3,992% pada Selasa (20/9) dan menjadi posisi tertinggi sejak 2007. Sementara yield obligasi tenor 10 tahun menyentuh 3,604% dan menjadi level tertinggi sejak 2011.
Kenaikan pada yield obligasi menunjukkan bahwa pelaku pasar khawatir akan situasi ekonomi, sehingga beralih pada aset yang lebih aman. Permintaan akan obligasi pun naik.
Edi menegaskan, BI akan selalu menjaga stabilitas nilai tukar sehingga tidak ada pelemahan yang berlebihan. Sederet kebijakan diturunkan antara lain triple intervention atau intervensi di Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), di pasar spot, sampai ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).
"Tentu kami masuk pasar dengan triple interventionnya untuk memastikan jangan sampai terjadi pelemahan yang liar atau berlebihan," pungkasnya.
(mij/mij)