
Tunggu Suku Bunga The Fed, Harga Emas Rebahan Terus!

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas masih terkapar. Pada perdagangan Selasa (20/9/2022) pukul 15:24 WIB, harga emas dunia di pasar spot berada di US$ 1.668,90 per troy ons. Harga emas melemah 0,43%.
Dalam sepekan, harga emas sudah anjlok 1,7% secara point to point. Dalam sebulan, harga emas ambles 4,3% sementara dalam setahun menyusut 5,2%.
Analis dari IG, Yeap Jun Rong, mengatakan emas terkapar karena melambungnya yield surat utang pemerintah AS.
Merujuk pada data Refinitiv hari ini pukul 14:40 WIB, yield surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun menyentuh 3,51%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak April 2011 atau lebih dari 11 tahun terakhir.
Yield melambung karena tingginya ekspektasi pasar akan kenaikan suku bunga acuan. Seperti diketahui, bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed akan mengumumkan kebijakan moneternya pada Rabu pekan ini.
Jika mengacu pada alat ukur FedWatch, pasar memprediksikan peluang sebanyak 80% bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis points (bps) menjadi 3%-3,25%. Sementara 20% lainnya memproyeksikan The Fed akan lebih agresif lagi dengan menaikkan suku bunga sebesar 100 bps menjadi 3,25%-3,5%.
"Yield surat utang pemerintah AS sama-sama menguat karena ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Fed. Kondisi ini menjadi headwind bagi pergerakan emas," tutur Jun Rong, seperti dikutip dari Reuters.
Kenaikan yield surat utang AS membuat emas kurang menarik karena emas tidak menawarkan imbal hasil.
Sepanjang tahun ini, pergerakan emas memang sangat didominasi oleh kebijakan The Fed. Isu perang, ketegangan politik China-AS, dan ancaman resesi sempat membuat emas naik. Namun, emas selalu terkapar menjelang pengumuman suku bunga acuan The Fed.
"Jika The Fed memberikan sinyal kebijakan yang lebih agresif dibandingkan ekspektasi pasar yang sekarang maka ini akan sangat berat bagi harga emas," imbuh Jun Rong.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lagi dan Lagi.....Harga Emas Kembali Tumbang Karena The Fed