Dunia Resesi, Indonesia Aman Nggak Ya?
Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia tengah dihantui risiko perlambatan ekonomi global akibat lonjakan inflasi dampak perang Ukraina dan Rusia. Kondisi inflasi yang tinggi tersebut direspons dengan kenaikan suku bunga secara global sehingga risiko perlambatan ekonomi tersebut mencuat.
Namun, Ekonom Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina mengatakan jika Indonesia masih memiliki bantalan dari 'kejutan' atau shock ekonomi global karena posisinya sebagai negara eksportir komoditas. Dia mengungkapkan ekspor Indonesia luar biasa tinggi.
Bahkan, surplus neraca perdagangan pada Agustus 2022, mencapai US$ 5,76 miliar. "Ini menjadi semacam, bantalan bagi perekonomian, jadi PDB kita masih bagus di kuartal II, dengan pertumbuhan 5,4%," paparnya dalam Power Lunch, CNBC Indonesia dikutip Senin (19/9/2022).
Dia mengingatkan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dapat mempengaruhi inflasi dan berdampak pada perlambatan ekonomi Indonesia. Namun, dia mengatakan dampaknya baru akan terasa tahun depan.
Saat itu, ketika dunia mengalami perlambatan, permintaan ekspor terhadap komoditas Indonesia pun akan menurun. Padahal pada kuartal II, pendorong kinerja ekonomi Indonesia adalah konsumsi dan ekspor.
Indonesia yang memiliki hubungan dagang dengan banyakk negara tidak akan terisolasi dari perlambatan global. "Tahun depan jika ada risiko penurunan harga komoditas global, penurunan demand dari berbagai negara, bisa jadi ekonomi Indonesia juga terimbas dari resesi global ini," tegasnya.
Di sisi lain, Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) memperkirakan, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bakal mengerek inflasi sekitar 6,2-6,6%. Hal ini disampaikan oleh Ketua Himbara Sunarso.
"Inflasi relatif terkendali, pemerintah memang menaikkan BBM dan itu sudah kami simulasikan juga dampaknya terhadap inflasi. Menurut simulasi kami kira-kira inflasi bisa capai 6,2-6,6%," ujarnya dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI Jakarta, Selasa (12/9/2022).
Meski begitu, ia memastikan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih dapat menghadapi tantangan perekonomian tersebut. Setidaknya, ekonomi saat ini masih dapat terjaga karena ditopang oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi. Indeks konsumsi (Consumer Confidence Index) dan indeks manufaktur (Promt Manufacturing Index) yang biasa digunakan untuk melihat optimisme persepsi makro juga menunjukkan bahwa masyarakat percaya pemerintah mengelola berbagai tantangan ekonomi.
Sunarso melanjutkan, terkait faktor eksternal terhadap kebijakan moneter yang mendukung dan yield relatif stabil, neraca perdagangan, neraca modal, dan transaksi berjalan yang tercatat surplus dapat menjaga nilai tukar Rupiah terhadap gejolak perekonomian global. "Untuk Indonesia stabil bahwa menurut pemilihan investor sovereign risk Indonesia relatif terjaga," ucapnya.
(RCI/dhf)