
Sempat Merah di Pagi Hari, IHSG Menguat Tipis di Sesi Pertama

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis pada penutupan perdagangan sesi I Senin (19/9/2022). Investor masih tampak khawatir atas dampak dari inflasi global yang masih meninggi dan bersiap terhadap keputusan kebijakan moneter The Fed.
IHSG sejatinya dibuka menguat 0,42% ke posisi 7.199,17. Lima menit berselang, indeks sempat koreksi 0,12% ke level 7.160,87 hingga akhirnya ditutup menguat 0,11% ke 7.176,8 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 8,36 triliun dengan melibatkan lebih dari 21 miliar saham.
Pukul 09:34 WIB indeks terpantau masih menguat namun semakin memangkas penguatan. Memasuki pukul 10:10 WIB IHSG ditarik ke zona merah dan galau menentukan arah geraknya dan ditarik ke zona hijau pada penutupan perdagangan sesi I.
Level tertinggi berada di 7.214,03 sekitar pukul 09:30 WIB sementara level terendah berada di 7.151.62 sekitar 5 menit setelah perdagangan dibuka. Mayoritas saham siang ini melemah yakni sebanyak 363 unit, sedangkan 181 unit lainnya menguat, dan 141 sisanya stagnan.
Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 837,1 miliar. Sedangkan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 321,2 miliar dan saham PT Adro Energy Indonesia Tbk (ADRO) di posisi ketiga sebesar Rp 278 miliar.
Akhir pekan lalu, Wall Street mengakhiri salah satu minggu terburuk tahun ini. Akan tetapi investor dan eksekutif perusahaan ramai-ramai menjelaskan bahwa mereka percaya kondisi terburuk masih belum dilalui oleh ekonomi secara luas dan pasar keuangan secara spesifik. Setelah mencapai titik terendah pada bulan Juni, S&P 500 telah mengalami reli lebih dari 17% hingga pertengahan Agustus, sebelum kembali kehilangan tenaga.
Aksi jual minggu lalu membuat penguatan indeks acuan tersebut kembali terpangkas dan saat ini hanya 5,6% di atas level terendah yang dicatatkan pada bulan Juni, setelah ambles 5,15% dalam sepekan. Pelemahan lebih dari 5% dalam seminggu hanya terjadi tiga kali tahun ini.
Pekan ini sentimen utama yang berpotensi menggerakkan IHSG akan didominasi oleh keputusan kebijakan moneter suku bunga oleh sejumlah bank sentral, termasuk dari dalam negeri oleh Bank Indonesia.
Pertemuan The Fed yang dijadwalkan akan digelar pada 21-22 September 2022 untuk mendiskusikan kebijakan moneter terbarunya.
Jika mengacu pada alat ukur FedWatch, pasar memprediksi peluang The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) menjadi 3%-3,25% sebesar 80%. Sementara sisanya memproyeksikan The Fed akan lebih agresif lagi dengan menaikkan suku bunga sebesar 100 bps menjadi 3,25%-3,5%.
Pandangan hawkish tersebut terjadi setelah rilis Indeks Harga Konsumen (IHK) AS per Agustus 2022 berada di 8,3% secara tahunan (yoy). Meskipun melandai dari bulan sebelumnya di 8,5%, tapi posisi tersebut masih berada di atas prediksi analis.
Lebih ekstrem lagi, analis Goldman Sachs Group memprediksikan bahwa The Fed akan terus menaikkan suku bunga acuannya dan membawa tingkat suku bunga menjadi 4%-4,25% pada akhir tahun ini. Mereka juga memproyeksikan tingkat pengangguran di AS akan naik menjadi 3,7% pada akhir 2022. Pandangan serupa juga diutarakan Analis Global S&P.
"Sikap agresif The Fed diperkirakan akan berlanjut dengan penetapan harga pasar dalam kenaikan 75 bp ketiga berturut-turut, meskipun kenaikan 100 poin juga ada di meja. Suku bunga diperkirakan akan mencapai 4,25% pada akhir 2022," kata Intelijen Pasar Global S&P dikutipReuters.
Dari dalam negeri, investor juga akan disibukkan dengan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang akan digelar pada 21-22 September 2022.
Konsensus analis Trading Economics memprediksikan bahwa BI akan mengekor The Fed untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps, melanjutkan pengetatan kebijakan moneternya dari bulan sebelumnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000