Review Emas Sepekan

Masih Suram, Harga Emas Anjlok Lebih dari 2%

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Sabtu, 17/09/2022 15:00 WIB
Foto: Zlaťáky.cz/Pexels

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas bergerak melemah sepanjang pekan ini. Pergerakan dolar Amerika Serikat (AS), masih memanasnya inflasi AS, pernyataan hawkish pejabat bank sentral AS (The Federal Reserve/the Fed), hingga aksi bargain hunting membuat harga emas turun sepanjang pekan.

Dalam sepekan, harga emas sudah anjlok 2,4% secara point to point. Sementara dalam sebulan, harga emas masih longsor 7,3% qtq, dan anjlok 8,42% setahun terakhir.

Pada perdagangan Jumat (16/9/2022), harga emas dunia di pasar spot berada di US$ 1.674,94 per troy ons. Harga emas menguat 0,67%. Meskipun mulai bangkit, sebenarnya sejak Selasa, harga emas terus melandai. 


Analis dari Kitco Metals Jim Wyckoff mengatakan, ambruknya emas pekan ini karena dihadang begitu banyak sentimen negatif mulai dari data inflasi Amerika Serikat (AS) yang di atas ekspektasi, kembali menguatnya dolar AS, meningkatnya yield surat utang pemerintah AS, hingga ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed).

"Penguatan dolar AS, kenaikan yield surat utang AS dan data inflasi membuat emas ambruk. Investor pun memilih untuk menghindar dan memilih menunggu," tutur Wyckoff, kepada Reuters.

Yield surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun kemarin menembus 3,46%, yang merupakan posisi tertingginya sejak 14 Juni 2022 atau tiga bulan terakhir. Sementara itu, indeks dolar AS menguat 0,07% ke 109,74.

Pergerakan dolar AS masih menjadi penentu utama emas pada pekan ini. Indeks dolar AS mengamuk setelah Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Agustus sebesar 8,3% year-on-year (yoy). Dengan demikian, inflasi di Amerika Serikat sudah menurun dalam 2 bulan beruntun.

Namun, rilis inflasi tersebut masih lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 8%. Dengan inflasi yang masih tinggi, The Fed hampir pasti akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, bahkan tidak menutup kemungkinan 100 basis poin.

Hal ini terlihat dari perangkat FedWatch milik CME Group, di mana pasar melihat probabilitas sebesar 67% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, dan probabilitas sebesar 33% untuk kenaikan 100 basis poin.

Kenaikan suku bunga acuan dan meningkatnya yield surat utang AS, akan membuat emas dijauhi karena emas semakin mahal dan kurang menarik mengingat emas tidak menawarkan imbal hasil.

"Faktor utama dari tergerusnya emas adalah yield surat utang. Trader mungkin akan memilih menjual emas hingga Oktober karena kenaikan suku bunga yang besar. Emas semakin tertekan," tutur Daniel Pavilonis, analis dari RJO Futures.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(aum/vap)