Yield Treasury Tenor 2 Tahun Sentuh 3,9%, Yield SBN Naik Lagi

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Jumat, 16/09/2022 20:00 WIB
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Jumat (16/9/2022), karena investor mengantisipasi kenaikan suku bunga bank sentral global lebih lanjut untuk mengekang inflasi.

Mayoritas investor kembali melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Namun di SBN tenor 3 dan 30 tahun, investor ramai memburunya, ditandai dengan turunnya yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 3 tahun turun 0,9 basis poin (bp) ke posisi 6,089% dan yield SBN bertenor 30 tahun juga turun 0,6 bp ke 7,244%.


Sedangkan untuk yield SBN berjangka waktu 25 tahun cenderung stagnan di level 7,516%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara naik 4,4 bp ke posisi 7,214%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung kembali menguat pada hari ini, di mana untuk yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun sudah menyentuh kisaran 3,9% pada pagi hari ini waktu AS.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 2 tahun kembali naik 3,2 bp menjadi 3,905%, di mana level ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2007.

Yield Treasury jangka pendek paling sensitif terhadap kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan sentimen dari inflasi, sehingga jika inflasi masih tinggi dan The Fed masih bersikap hawkish, maka yield Treasury tersebut cenderung akan terus menanjak.

Tak hanya Treasury berjangka pendek saja, yield Treasury berjangka menengah yang juga menjadi benchmark obligasi pemerintah Negeri Paman Sam, yakni Treasury berjatuh tempo 10 tahun juga naik 1 bp ke posisi 3,469%.

Inflasi di AS dikhawatirkan 'mendarah daging', sebab sektor energi yang sebelumnya menjadi pemicu tingginya inflasi sudah menurun.

Departemen Tenaga Kerja AS kemarin melaporkan harga energi turun 5% month-to-month (MtM), berkat harga BBM yang merosot hingga 10,6% (MtM).

Meski demikian, jika dilihat dari Agustus 2021, indeks harga energi masih melesat 23,8%, akibat kenaikan harga listrik dan gas alam.

Harga BBM sendiri sudah mengalami penurunan selama 91 hari beruntun. Harga termahal tercatat pada Juni lalu US$ 5,02/galon, sementara saat ini harganya sudah US$ 3,7/galon.

Penurunan harga energi tersebut membuat inflasi di AS menurun dua bulan beruntun.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada Agustus dilaporkan sebesar 8,3% (year-on-year/yoy).

Tanda jika inflasi sudah "mendarah daging" terlihat dari inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan. Inflasi inti justru melesat 6,3% (yoy), lebih tinggi dari bulan Juli 5,9%.

Inflasi yang masih tinggi membuat The Fed diprediksi semakin agresif menaikkan suku bunga, sehingga risiko resesi semakin besar. The Fed berpotensi menaikkan kembali suku bunga acuannya sebesar 75 bp, bahkan ada kemungkinan sebesar 100 basis poin pekan depan

Hal ini terlihat dari perangkat FedWatch milik CME Group, di mana pasar melihat probabilitas sebesar 67% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, dan probabilitas sebesar 33% untuk kenaikan 100 basis poin.

The Fed sudah menegaskan komitmennya untuk terus menaikkan suku bunga dan menahannya di level tinggi hingga inflasi kembali ke 2%.

Kuatnya kekhawatiran para pelaku pasar atas potensi kenaikan suku bunga The Fed menghapuskan sentimen positif dari beberapa rilis ekonomi Negeri Paman Sam.

Pada Kamis kemarin, Departemen Ketenagakerjaan AS melaporkan klaim pengangguran awal di AS untuk pekan terakhir 10 September berjumlah 213.000, turun 5.000 dari periode sebelumnya. Angka ini pun lebih rendah dari perkiraan ekonom di mana angkanya akan naik ke 226.000.

Kemudian penjualan ritel AS bertumbuh 0,3% secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Agustus lalu, tumbuh dari bulan sebelumnya yang negatif 0,4%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas