
Inflasi AS Masih 'Panas', IHSG Sesi I Nyaris Ambles 1%

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah pada penutupan perdagangan sesi I Rabu (14/9/2022), menyusul bursa saham Amerika Serikat (AS) yang ditutup berjatuhan pasca rilis data inflasi periode Agustus 2022 lebih 'panas' dari perkiraan.
IHSG dibuka melemah di posisi 7.251,17 dan ditutup di zona merah dengan koreksi 0,83% atau 60,72 poin ke 7.257,3 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 12,45 triliun dengan melibatkan lebih dari 19 miliar saham.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak perdagangan dibuka IHSG sudah berada di zona merah. IHSG langsung terlempar keluar dari level psikologis 7.300. Selang 3 menit setelah perdagangan dibuka, IHSG terpantau lanjut mengalami koreksi 1,03% ke 7.243,12.
Pukul 09:40 WIB Indeks terpantau masih betah berada di zona merah dengan koreksi 0,54% di 7.278,52 dan konsisten melemah hingga penutupan perdagangan sesi I.
Level tertinggi berada di 7.288,02 sekitar pukul 10:10 WIB, sementara level terendah berada di 7.219,32 sesaat setelah perdagangan dibuka. Mayoritas saham siang ini melemah yakni sebanyak 322 unit, sedangkan 212 unit lainnya menguat, dan 152 sisanya stagnan.
Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) masih menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya hari ini, yakni mencapai Rp741 miliar. Sedangkan saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 434,2 miliar dan saham PT Bank Central Asia (BBCA) di posisi ketiga sebesar Rp 374,1 miliar.
Pergerakan IHSG siang ini mengekor tiga indeks Wall Street yang turun tajam pada perdagangan semalam (13/9/2022). Bahkan Wall Street mengalami hari terburuknya sejak Juni 2020.
Anjloknya Wall Street jelas menjadi sentimen negatif untuk bursa saham domestik, apalagi kemarin IHSG tembus ke level penutupan tertinggi sepanjang sejarahnya (All Time High).
Laporan indeks harga konsumen (CPI) AS yang menjadi pemicu pasar keuangan ketar-ketir. Pada Agustus angka inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan. Laju inflasi tahunan sebesar 8,3%year-on-year/yoy, lebih tinggi dari perkiraan sebesar 8,1%yoy.
Sementara secara bulanan naik 0,1%month-to-month/mtmmeskipun terjadi penurunan harga gas. Inflasi inti sendiri naik 0,6%mtm.
Kenaikan ini lebih tinggi dari konsensus. Di mana terjadi penurunan 0,1% untuk inflasi umum dan kenaikan 0,3% untuk inflasi inti.
Laporan inflasi semakin meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed, bank sentral Amerika, akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) pada pertemuan 20-21 September. Laporan Agustus yang tinggi dapat membuat The Fed melanjutkan kenaikan secara agresif lebih lama dari yang diantisipasi oleh investor.
"Laporan CPI adalah negatif tegas untuk pasar ekuitas. Laporan yang lebih panas dari yang diharapkan berarti kita akan mendapatkan tekanan lanjutan dari kebijakan Fed melalui kenaikan suku bunga," kata Direktur Penelitian di Janus Henderson Investors, Matt Peron.
Pergerakan bursa saham global termasuk IHSG pada minggu ini masih akan dipengaruhi oleh sentimen luar negeri. Fokus utama tertuju kepada Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed.
Pejabat Fed telah menegaskan dalam beberapa pekan terakhir bahwa mereka akan terus menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi bahkan jika itu merugikan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, peluang kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 75 bp menjadi 3,00% - 3,25% adalah 67,0%. Sementara peluang kenaikan suku bunga acuansebesar100 bp menjadi 3,25% - 3,50% adalah 33%.
Dari dalam negeri, para pelaku pasar pun akan mencermati data neraca perdagangan termasuk ekspor dan impor yang akan dirilis Kamis (15/9/2022).
Berdasarkan jajak pendapatReuters, neraca dagang Indonesia pada Agustus 2022 mencapai US$ 4,15 miliar. Nilainya turun dari bulan Juli sebesar US$4,22 miliar. Penurunan ini akibat pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia untuk Agustus akan melambat dibanding bulan sebelumnya.
Ekspor diperkirakan akan bertumbuh 18,65%year-on-year/yoy, dibandingkan dengan bulan lalu sebesar 32,03% yoy. Sedangkan impor diperkirakan akan tumbuh 27,54% yoy dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 39,86%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum) Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?