Harga BBM di AS Turun Tajam, Rupiah yang Ambrol! Kok Bisa?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 September 2022 09:07
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah ambrol melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (14/9/2022). Indeks dolar AS yang meroket pada perdagangan Selasa membuat rupiah langsung ambrol.

Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung jeblok 0,47% ke Rp 14.920/US$. Depresiasi semakin membengkak menjadi 0,54% ke Rp 14.930/US$ pada pukul 9:03 WIB.

Harga energi yang tinggi menjadi salah satu pemicu 'tsunami' inflasi yang melanda Amerika Serikat (AS). Kini harga bahan bakar minyak (BBM) sudah turun tajam, tetapi inflasinya masih tetap tinggi.

Departemen Tenaga Kerja AS kemarin melaporkan harga energi turun 5% month-to-month (MtM), berkat harga BBM yang merosot hingga 10,6% (MtM). Meski demikian, jika dilihat dari Agustus 2021, indeks harga energi masih melesat 23,8%, akibat kenaikan harga listrik dan gas alam.

Harga BBM sendiri sudah mengalami penurunan selama 91 hari beruntun. Harga termahal tercatat pada Juni lalu US$ 5,02/galon, sementara saat ini harganya sudah US$ 3,7/galon.

Penurunan harga energi tersebut membuat inflasi di AS menurun dua bulan beruntun.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada Agustus dilaporkan sebesar 8,3% year-on-year (yoy).

Namun, rilis inflasi tersebut masih lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 8%.

"Data CPI menjadi pengingat kita jika jalan masih panjang untuk menurunkan inflasi. Harapan inflasi mulai pada jalur penurunan dan The Fed akan mengendurkan kenaikan suku bunga terlalu prematur," kata Mike Loewengart, kepala model portofolio di untuk Global Investment Office Morgan Stanley, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (13/9/2022).

Dengan inflasi yang masih tinggi, The Fed hampir pasti akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, bahkan tidak menutup kemungkinan sebesar 100 basis poin. Hal ini terlihat dari perangkat FedWatch milik CME Group, di mana pasar melihat probabilitas sebesar 67% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, dan probabilitas sebesar 33% untuk kenaikan 100 basis poin.

Artinya pasar melihat bank sentral pimpinan Jerome Powell ini tidak akan menaikkan lebih rendah, yakni 50 basis poin.

Seperti diketahui, The Fed sudah 4 kali menaikkan suku bunga dengan total 225 basis poin menjadi 2,25% - 2,5%.

Jika kembali dinaikkan sebesar 75 basis poin, maka akan menjadi 3% - 3,25%. Selain itu, pasar kini melihat di akhir tahun nanti suku bunga The Fed akan berada di 4% - 4,25%.

Alhasil indeks dolar AS melesat 1,37% pada perdagangan Selasa, dan berlanjut 0,1% ke 109,91, rupiah pun jeblok.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular