
Investor Memburu SBN Tenor Pendek, Yield 1-3 Tahun Turun

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup beragam pada perdagangan Selasa (6/9/2022), di tengah sentimen pasar global yang masih cenderung negatif.
Meski pergerakan harga dan imbal hasil (yield) SBN pada hari ini ada yang naik, ada yang turun, dan stagnan, tetapi investor cenderung melepas SBN pada hari ini.
Mereka hanya mengoleksi SBN tenor 1 dan 3 tahun, di mana yield SBN tenor 1 tahun turun 3,6 basis poin (bp) ke posisi 4,695%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 3 tahun turun 0,3 bp menjadi 6,206%, sebagaimana dilansir dari data Refinitiv.
Sedangkan yield SBN tenor 25 dan 30 tahun cenderung stagnan di level masing-masing 7,496% dan 7,299%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara kembali naik 1,9 bp ke posisi 7,182%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari dalam negeri, sentimen dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM) masih menjadi perhatian. Pada hari ini, ribuan buruh melakukan aksi unjuk rasa menuntut kenaikan harga BBM dibatalkan.
Disebutkan, untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), aksi diikuti 3.000-5.000 orang yang dipusatkan di DPR RI.
Sebelumnya pada Sabtu pekan lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi. Harga Pertalite diputuskan naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter, naik sekitar 30%.
"Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM. Sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini subsidi akan alami penyesuaian," kata Jokowi dalam Konferensi Pers Presiden Jokowi dan Menteri Terkait perihal Pengalihan Subsidi BBM ditayangkan akun Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (3/9/2022) lalu.
Kebijakan ini akan mendorong kenaikan inflasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jelas dampaknya akan memukul daya beli masyarakat yang diketahui baru pulih dari pandemi Covid-19.
"Kita akan lihat kenaikan harga BBM akan mendorong inflasi September dan Oktober. Secara bulanan, kita akan lihat di November sudah kembali ke pola normal. Kita perhatikan terus sampai akhir tahun," kata Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV, Senin (5/9/2022).
Inflasi hingga Agustus 2022 berada pada level 4,69% (year on year/yoy). Lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 4,94% dikarenakan deflasi yang terjadi pada beberapa kelompok barang.
"Inflasi akhir tahun 6,6-6,8% karena kenaikan BBM," ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu saat ditemui di Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Inflasi yang berpotensi meninggi dan makin ketatnya suku bunga acuan bank sentral dapat membuat pasar obligasi, terutama obligasi pemerintah menjadi kurang menarik, karena keuntungan riil (real return) dari imbal hasilnya (yield) lebih rendah dari tingkat inflasi yang ada.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung menguat pada hari ini, setelah sebelumnya libur dalam rangka Hari Buruh (Labour Day).
Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury tenor 2 tahun dan benchmark tenor 10 tahun secara bersamaan naik 5,1 bp menjadi masing-masing 3,499% dan 3,242%.
Yield Treasury tenor 2 tahun hingga kini masih lebih tinggi dari yield Treasury tenor 10 tahun. Tetapi, selisih keduanya mulai menyempit.
Pasar hingga kini mengantisipasi kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang masih akan hawkish. Bos The Fed, Jerome Powell menyampaikan bahwa bank sentral bersiap mengambil kebijakan restriktif untuk membawa inflasi kembali ke target 2%.
Dengan komentar tersebut, pelaku pasar masih memperkirakan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bp pada pertemuan September ini.
Tak hanya The Fed saja, pasar juga memperkirakan bahwa bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bp) di pertemuan pada Kamis mendatang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi