
Harga BBM Resmi Naik, Tapi Sikap Investor di SBN Tidak Kompak

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup bervariasi pada perdagangan Senin (5/9/2022), meski ada sentimen kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
Sikap investor di pasar SBN cenderung beragam, di mana di SBN tenor 1, 15, 25, dan 30 tahun ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) dan menguatnya harga.
Sedangkan untuk SBN bertenor 3, 5, 10, dan 20 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield dan melemahnya harga.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 1 tahun menjadi yang paling besar penurunan yield-nya pada hari ini, yakni turun 2,4 basis poin (bp) ke posisi 4,731%.
Sedangkan SBN berjangka waktu 3 tahun menjadi yang paling besar kenaikan yield-nya hari ini, yakni naik 8,5 bp ke posisi 6,209%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara naik 1,9 bp ke posisi 7,163%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Pada Sabtu pekan lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi. Harga Pertalite diputuskan naik dari Rp7.650 menjadi 10.000 per liter, naik sekitar 30%.
"Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM. Sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini subsidi akan alami penyesuaian," kata Jokowi dalam Konferensi Pers Presiden Jokowi dan Menteri Terkait perihal Pengalihan Subsidi BBM ditayangkan akun Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (3/9/2022) lalu.
Kebijakan ini akan mendorong kenaikan inflasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jelas dampaknya akan memukul daya beli masyarakat yang diketahui baru pulih dari pandemi Covid-19.
"Kita akan lihat kenaikan harga BBM akan mendorong inflasi September dan Oktober. Secara bulanan, kita akan lihat di November sudah kembali ke pola normal. Kita perhatikan terus sampai akhir tahun," kata Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV, Senin (5/9/2022) hari ini.
Inflasi hingga Agustus 2022 berada pada level 4,69% (year-on-year/yoy). Lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 4,94% dikarenakan deflasi yang terjadi pada beberapa kelompok barang.
"Inflasi akhir tahun 6,6 - 6.8% karena kenaikan BBM," ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu saat ditemui di Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Secara historis, saat ada kenaikan BBM, yield SBN, utamanya tenor 10 tahun memang mengalami kenaikan signifikan. Tetapi, kenaikan tersebut masih belum separah saat Oktober 2008 silam, di mana yield SBN tenor 10 tahun sempat menyentuh kisaran 20%-21%.
Saat itu, terjadi peristiwa yang menghebohkan, di mana kasus mega korupsi Bank Century terjadi, sehingga, melonjaknya yield SBN tenor 10 tahun disebabkan karena memang adanya krisis yang tak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi hampir seluruh dunia mengalami nasib yang sama di tahun 2008.
Kenaikan BBM juga cenderung mempengaruhi pergerakan yield SBN. Tetapi yield SBN akan lebih berpengaruh jika ada krisis secara global dan ditambah adanya krisis yang menerpa Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd) Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi