Pertalite Tak Jelas Mau Naik Kapan, Rupiah Terkapar!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 September 2022 09:22
Pekerja memperlihatkan uang dolar di salah satu gerai money changer di Jakarta, Senin (4/7/2022).  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (1/9/2022). Harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dan Solar yang sebelumnya diisukan akan naik hari ini masih belum ada kejelasan. Pemerintah belum mengumumkan kenaikan tersebut, seperti biasanya pelaku pasar paling tidak suka ketidakpastian. Alhasil, rupiah kembali melemah.

Pada pembukaan perdagangan, rupiah dibuka melemah 0,13% ke Rp 14.860/US$. Depresiasi kemudian berdampak menjadi 0,2% ke Rp 14.870/US$ pada pukul 9:10 WIB.

Selain menunggu kepastian kapan harga Pertalite dan Solar, rilis data aktivitas manufaktur Indonesia juga mempengaruhi pergerakan pasar. S&P Global melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur naik menjadi 51,7 pada Agustus, dari bulan sebelumnya 51,3.

Kenaikan tersebut menjadi kabar bagus, artinya roda perekonomian Indonesia berputar lebih kencang.

"Menurut data survei PMI terkini, perusahaan manufaktur di Indonesia mencatat perbaikan lebih kuat pada keseluruhan kondisi bisnis pada bulan Agustus. Pertumbuhan yang lebih jelas pada output dan total permintaan baru merupakan tanda-tanda yang menggembirakan bagi kesehatan ekonomi masa mendatang, dengan perusahaan sering menyebutkan kondisi permintaan yang lebih kuat," kata Laura Denman, Ekonom di S&P Global Market Intelligence

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data indeks harga konsumen (IHK). Bukan inflasi tapi diperkirakan terjadi deflasi pada Agustus.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan pergerakan IHK pada Agustus akan turun atau mencatatkan deflasi sebesar -0,11% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm).Jika ramalan ini benar maka ini akan menjadi deflasi pertama sejak Februari 2022.

Namun, inflasi secara tahunan (year on year/yoy) masih akan tinggi dan menembus 4,83% pada bulan ini.

Inflasi kini menjadi masalah utama di perekonomian dunia. Inflasi yang terlalu tinggi bisa berdampak buruk ke daya beli masyarakat.

Sehingga, ketika terjadi deflasi bisa menjadi angin segar, dan bisa menjadi sentimen positif ke pasar finansial.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular