Was-Was Tunggu Pertalite Naik, Rupiah Dekati Rp 15.000/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 August 2022 07:30
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah jeblok 0,54% melawan dolar Amerika Serikat (AS) Senin kemarin ke Rp 14.895/US$. Tekanan dari indeks dolar AS yang melesat ke level tertinggi 20 tahun, serta isu kenaikan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dan Solar di dalam negeri menjadi pemicu jebloknya rupiah.

Dua faktor tersebut masih akan menjadi penggerak rupiah pada perdagangan Selasa (30/8/2022), dan risiko berlanjutnya pelemahan semakin besar. Tidak menutup kemungkinan, rupiah kembali mendekati Rp 15.000/US$.

Indeks dolar AS terus melesat naik setelah ketua The Fed, Jerome Powell, menegaskan akan terus menaikkan suku bunga dan menahannya di level tinggi sampai inflasi turun ke 2%.

"Pernyataan Powell mendukung ekspektasi suku bunga tinggi akan ditahan dalam waktu yang lama. Asumsi The Fed akan mulai memangkas suku bunga di 2023 adalah prematur," kata Kenneth Broux, ahli strategi valuta asing di Societe Generale, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (29/8/2022).

Sementara itu dari dalam negeri, sinyal kenaikan Pertalite semakin kuat setelah pemerintah menebar bantuan sosial (bansos) senilai Rp 24 triliun.

Memang pemerintah tidak secara gamblang menyebut bansos tersebut sebagai bantalan dari dana pengalihan subsidi BBM.

Namun, melihat dinamika yang terjadi belakangan ini, arahnya sangat kuat ke sana.

Informasi yang diterima oleh CNBC Indonesia, kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar Subsidi ini akan diumumkan pada 31 Agustus ini, dan harga baru kedua BBM tersebut akan berlaku pada 1 September 2022 ini.

Selama masih belum ada kepastian kenaikan harga Pertalite, maka pasar masih akan volatil. Maklum saja, kenaikan harga Pertalite dan Solar bisa memicu inflasi tinggi, yang bisa menggerus daya beli masyarakat, pada akhirnya berdampak pada pelambatan ekonomi. Berkaca dari 2013 dan 2014, kenaikan harga Premium saat itu juga membuat nilai tukar rupiah jeblok.

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR mulai berbalik arah dan menguat pada pekan lalu setelah menyentuh resisten kuat Rp 14.885/US$ hingga Rp 14.890/US$ yang merupakan rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50) pada Selasa (23/8/2022).

Namun, Senin kemarin rupiah jeblok dan kembali menyentuh resisten tersebut, yang kini menjadi kunci pergerakan.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian kini hampir masuk ke wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Stochastic pada grafik 1 jam juga sudah berada di wilayah overbought, sehingga ada peluang rupiah menguat.

idrGrafik: Rupiah 1 Jam
Foto: Refinitiv

Selama tertahan di bawah MA 50 grafik harian, rupiah berpeluang ke Rp 14.865/US$ hingga Rp 14.850/US$.

Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang penguatan ke Rp 14.830/US$.

Support kuat berada di kisaran Rp 14.730/US$, yang merupakan Fibonacci Retracement 61,8%.

Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Di sisi lain, jika MA 50 ditembus dan rupiah tertahan di atasnya, ada risiko pelemahan ke Rp 14.930/US$ hingga Rp 14.940/US$

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular