Obat Kuat BI Cuma Tahan Sebentar, Rupiah Lesu Lagi Nih...
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah sempat stagnan kemudian melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) hingga di pertengahan perdagangan Rabu (24/8/2022). Padahal, rupiah berhasil ditutup menguat pada hari sebelumnya.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah stagnan pada pembukaan perdagangan di Rp 14.882/US$. Kemudian, rupiah bergerak melemah sebanyak 0,13% ke Rp 14.885/US$ hingga pada pukul 11:00 WIB.
Tekoreksinya Mata Uang Garuda terjadi setelah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada Rabu (23/8). Kini, tingkat suku bunga acuan BI berada di 3,75% dan menjadi kenaikan pertama dalam 45 bulan terakhir dan mempertahankannya selama 18 bulan.
Namun, rupiah masih tertekan oleh indeks dolar AS yang bergerak stabil di dekat rekor tertinggi dua dekade di 109,29 yang dicapainya pada pertengahan Juli 2022. Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS berada di posisi 108,78 menguat tipis 0,13% di pasar spot.
Laju dolar AS yang stabil di bawah puncaknya karena investor masih menunggu kabar terbaru dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Selain itu, rilis data ekonomi AS yang menunjukkan perlambatan pada ekonomi kembali meningkatkan potensi resesi. Sehingga, permintaan akan mata uang safe haven kembali meningkat.
"Simposium Jackson Hole tidak benar-benar akan memberi kami banyak alasan untuk ingin menjual dolar. Saya pikir Powell mungkin akan menahan diri, dan itu terus membuat kami ingin membeli dolar. Setiap jenis kemunduran dolar tetap merupakan peluang pembelian," kata Chris Weston, Kepala Penelitian di Pepperstone Melbourne dikutip Reuters.
Pada Selasa (23/8), survei aktivitas manufaktur dari S&P Global AS di Agustus 2022 turun ke 45 dan menjadi yang terendah sejak Mei 2020. Angka di bawah 50 menandakan aktivitas manufaktur AS telah terkontraksi.
Sementara data penjualan rumah baru per Juli 2022 juga jatuh karena suku bunga hipotek yang tinggi dan harga rumah yang kian mahal semakin mengikis daya beli masyarakat AS. Penjualan rumah baru ambles 12,6% ke 511.000 unit dan menjadi level terendah sejak Januari 2016.
Meskipun permintaan melambat, pertumbuhan harga rumah tetap kuat. Median harga rumah baru di bulan Juli adalah US$ 439.400, naik 8,2% dari tahun lalu. Tidak ada rumah yang terjual bulan lalu di bawah US$ 200.000.
Kegiatan ekonomi secara keseluruhan melambat sebagai respons terhadap kenaikan suku bunga yang paling ketat sejak tahun 1980-an.
Pada hari yang sama, Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari memberikan pernyataan yang agresif. Diketahui, Kashkari termasuk pejabat Fed yang hawkish dari 19 pejabat Fed.
"Ketakutan besar yang ada di benak saya adalah jika kita salah dan pasar salah dan bahwa inflasi ini jauh lebih tertanam pada tingkat yang jauh lebih tinggi daripada yang kita hargai atau hargai pasar, maka kita harus menjadi lebih agresif daripada yang saya perkirakan, mungkin lebih lama, untuk menurunkan inflasi," kata Kashkari.
Di Asia, rupiah tidak sendirian, mayoritas mata uang juga berjatuhan di hadapan dolar AS. Hanya dolar Hong Kong dan ringgit Malaysia yang menguat.
Sementara, yuan China terkoreksi paling tajam sebesar 0,43% terhadap dolar AS, disusul oleh baht Thailand yang melemah 0,39%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)