Cek! Komentar 5 Ekonom Soal Kejutan BI Kerek Suku Bunga

Market - MAIKEL JEFRIANDO, CNBC Indonesia
24 August 2022 08:55
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo Memberikan Keterangan Pers Mengenai Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Mei 2022. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia) Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo Memberikan Keterangan Pers Mengenai Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Mei 2022. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan suku bunga acuan BI, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR), sebesar 25 basis poin (bps) cukup mengejutkan pasar.

Pasalnya, BI telah menahan kenaikan suku bunganya selama 18 bulan di level 3,5%. Sementara itu, Konsensus yang dihimpun CNBC menyatakan bahwa mayoritas responden memperkirakan MH Thamrin masih mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food.

Selain itu, keputusan ini memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat.

Berikut ini, komentar lima ekonom terkait dengan keputusan BI tersebut.

1. Bank Mandiri (Andry Asmoro)

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai Bank Indonesia (BI) masih memiliki ruang terbuka untuk kembali menaikkan suku bunga acuan, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR), tahun ini.

"Secara keseluruhan, kami melihat BI masih memiliki ruang untuk menaikkan BI-7DRRR hingga 50 bps (maksimal 4,25%) di sisa tahun 2022," paparnya, Selasa (23/8/2022).

Dari sisi eksternal, potensi kenaikan dipicu oleh ketidakpastian mengenai melonjaknya inflasi global, yang mengarah pada normalisasi moneter global yang lebih agresif dan lebih cepat dari perkiraan, terus berlanjut.

Kondisi ini berkembang menjadi ketakutan akan resesi global yang memicu sentimen risk-off dan aliran modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sementara itu, dari sisi domestik, Andry mengemukakan inflasi headline pada 22 Juli melonjak menjadi 4,94% yoy, di atas kisaran sasaran inflasi BI 2% - 4% untuk bulan kedua berturut-turut.

Meskipun inflasi inti tetap di bawah 3% yoy pada 22 Juli, dia menambahkan pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dari perkiraan dan didorong oleh permintaan di kuartal II-2022 menunjukkan bahwa permintaan domestik terus meningkat di semester 2- 2022 karena membaiknya mobilitas publik atau pelonggaran PPKM.

"Oleh karena itu, kami memperkirakan tingkat inflasi akan terus meningkat. Kami melihat tekanan inflasi akan bertahan dan meningkat di 2H22, terutama setelah pemerintah memberikan sinyal untuk menaikkan harga BBM (Pertalite dan solar) minggu ini," ujarnya.

2. Bank Permata (Josua Pardede)

Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata, mengatakan ada sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan Bank Indonesia menaikkan suku bunga yaitu mulai dari inflasi hingga penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pertama, kenaikan inflasi inti sebagai dampak dari kenaikan inflasi volatile food dan administered prices. Kedua, penyesuaian harga BBM mendorong perubahan forecast inflasi dari BI.

Ketiga, kondisi output gap atau kondisi actual dari pertumbuhan PDB kita dibandingkan dengan potensinya sudah positif.

"Ini menjadi indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi sudah meningkat. Ini menjadi pertimbangkan BI untuk menaikkan suku bunga," katanya. Keempat, Josua melihat surplus transaksi berjalan yang berpotensi menurun pada semester II-2022

Adapun, surplus transaksi berjalan mencapai 1,1 persen pada semester I-2022.

Terkait dengan prospek suku bunga ke depannya, Josua melihat suku bunga acauan BI berpotensi naik sekitar 50bps lagi hingga akhir tahun ini.

"Meskipun demikian, kebijakan penyesuaian harga BBM kembali akan mempengaruhi proyeksi inflasi hingga akhir tahun yang artinya juga akan mempengaruhi kenaikan suku bunga acuan BI lebih dari 50bps hingga akhir tahun ini," ungkapnya.

3. Bahana Sekuritas (Satria Sambijantoro)

Bahana Sekuritas melihat kebijakan putar balik BI yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga kemarin didorong oleh kemungkinan penyesuaian drastis harga bahan bakar ke depan.

"Pergeseran narasi ini berarti kita sekarang melihat BI menaikkan suku bunga lagi untuk menopang ekspektasi inflasi," kata Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dalam laporannya, Rabu (24/8/2022)

BI menaikkan suku bunga utama sebesar 25 bps menjadi 3,75% berlawanan dengan ekspektasi konsensus tentang penahanan suku bunga, yakni hanya satu minggu setelah Gubernur Perry Warjiyo secara terbuka menyatakan tidak perlu menaikkan suku bunga.

Menariknya, Bahana melihat pernyataan kebijakan BI menggambarkan keputusan kenaikan suku bunga sebagai langkah pencegahan dan pandangan ke depan (forward looking) untuk menjangkar ekspektasi inflasi menjelang potensi penyesuaian harga energi

"Ini kami soroti sebagai mantra yang harus diperhatikan dalam menentukan outlook BI rate. Warjiyo pertama kali melontarkan pernyataan seperti itu pada 2018, saat rapat moneter pertamanya sebagai Gubernur BI, ketika bank sentral saat itu memulai siklus pengetatan delapan bulan dan menaikkan suku bunga secara kumulatif 175 bps."

"Perubahan cepat ini, dalam pandangan kami, berarti BI mungkin mengetahui sesuatu yang tidak diketahui pasar, khususnya terkait dengan kebijakan pemerintah yang mendorong inflasi, dengan pembuat kebijakan moneter-fiskal di sini terkenal dengan koordinasi mereka yang ketat," lanjutnya.

Dia memandang sinyal penyesuaian harga bahan bakar Pertalite ini mungkin sangat curam, sesuatu yang mungkin tidak sepenuhnya diperhitungkan oleh BI dan pasar.

Untuk menopang ekspektasi inflasi secara efektif, Satria menilai pengetatan moneter apapun harus dipercepat.

"Kami sekarang mengharapkan kenaikan suku bunga 75 bps lebih lanjut, yakni kenaikan 50-bps pada pertemuan moneter berikutnya setelah penyesuaian harga bahan bakar (kemungkinan bulan depan) diikuti oleh 25 bps lagi pada Oktober atau November, sehingga membuat BI rate akhir tahun menjadi 4,50%," katanya.

4. Mirae Asset Sekuritas (Rully Arya Wisnubroto)

Ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto memandang siklus pengetatan kebijakan moneter akan berlanjut dengan kenaikan suku bunga BI lanjutan.

Dia memperkirakan suku bunga BI bisa kembali naik 25 bps menjadi 4,0%, berdasarkan ekspektasi inflasi yang lebih tinggi.

"Kami percaya dua kenaikan suku bunga kebijakan tahun ini akan cukup untuk mengelola inflasi sambil mempertahankan pemulihan ekonomi pada saat yang sama," ujarnya.

Sebagai catatan, keputusan untuk menaikkan suku bunga kebijakan lebih cepat dari perkiraan Mirae. Rully mengungkapkan Mirae sebelumnya memperkirakan kenaikan akan terjadi bulan depan mengingat masih ada perbedaan yang signifikan antara inflasi inti dan inflasi utama.

"Pada bulan Juli, inflasi headline melonjak menjadi 4,9%, tertinggi sejak Oktober 2015. Sementara itu, inflasi inti tetap rendah sebesar 2,9%."

5. Institute of Social, Economics and Digital (Ryan Kiryanto)

Ekonom dan Dewan Pakar Institute of Social, Economics and Digital (ISED) Ryan Kiryanto menilai keputusan RDG BI yang mempertahankan BI7DRRR tetap 3,5% sebagai langkah yang tepat, baik dari segi waktu, sasaran dan dosis kebijakan

"Dengan mengacu kepada tujuan menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi sesuai jangkar BI, ditambah untuk menjaga momentum pertumbuhan, maka keputusan tadi tepat. Stance kebijakan moneter BI masih dovish atau pro-growth," papar Ryan.

Dia berharap BI tidak mengubah orientasi atau stance kebijakan moneternya yang dovish. Pasalnya, dia melihat volatilitas rupiah terjaga, kemudian inflasi inti masih dalam jangkar BI dan cadangan devisa dan surplus neraca dagang tetap kuat.

Dia menambahkan keputusan RDG BI tersebut sebenarnya juga sudah sesuai ekspektasi mayoritas ekonom sehingga tidak terlalu mengejutkan.

"Pernyataan BI yang akan selalu memantau perkembangan pasar dan perekonomian global dan domestik memberikan garansi bahwa bank sentral selalu ada di pasar dan kebijakannya ahead the curve (antisipatif dan preemptive) dan ini meningkatkan kepercayaan pasar," tegas Ryan.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Bikin Kejutan! BI Ungkap Alasan Kenaikan Suku Bunga Acuan


(haa/haa)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading