
PalmCo Targetkan IPO Jumbo Rp 10 T, Bisakah Tercapai?

Jakarta, CNBC Indonesia - Holding Perkebunan Nusantara PTPN III bakal mengantar PalmCo untuk menghelat initial public offering (IPO). Palmco sendiri merupakan perusahaan spin-off yang merupakan sub-holding PTPN III dan khusus bergerak di bidang kelapa sawit.
Menurut pengakuan Direktur Utama PTPN Mohammad Abdul Ghani, penawaran perdana ini diharapkan terlaksana pada kuartal II atau III tahun depan. Ia juga menambahkan, perusahaan menargetkan mampu meraup dana segar Rp 5 triliun hingga Rp 10 triliun melalui IPO. PTPN bahkan sudah menunjuk Mandiri Sekuritas dan McKinsey sebagai penasihat aksi korporasinya tersebut.
Meski mayoritas ditopang oleh sektor kelapa sawit, PTPN III juga memiliki sejumlah agribisnis lain. Bisnis itu seperti karet dan tebu.
Dalam laporan tahunan 2021, perusahaan mengungkapkan bahwa pada tahun 2021 lahan perkebunan didominasi oleh areal tanaman kelapa sawit seluas 551.652,24 ha, areal tanaman karet seluas 122.584,14 ha, areal konsesi teh 30.016,68 ha serta areal tebu sendiri seluas 57.301,27 ha.
Artinya areal kelapa sawit ditambah lahan karet yang akan dikonversi akan menguasai nyaris 90% luas lahan yang dimiliki oleh perusahaan.
Lahan karet tersebut rencananya bakal dikonsolidasikan ke PalmCo dan diharapkan rampung pada Oktober tahun ini.
Valuasi bisa tembus Rp 50 T?
Dengan penggalangan dana jumbo dari IPO yang diungkapkan oleh Dirut PTPN, PalmCo berpotensi menjadi perusahaan kelapa sawit dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pasca melantai.
Saat ini emiten sawit dengan valuasi terbesar masih dipegang oleh anak usaha Grup Astra yakni Astra Agro Lestari (AALI) dengan kapitalisasi pasar Rp 17,51 triliun. AALI juga merupakan emiten sawit dengan ekuitas tertinggi.
Dari 18 emiten sawit yang telah melaporkan kinerja keuangannya kuartal kedua tahun 2022, diketahui secara agregat emiten sawit diperdagangkan 0,98 kali nilai ekuitas yang dimiliki.
Adapun sejumlah emiten yang diperdagangkan lebih tinggi termasuk Mahkota Group (MGRO) yang valuasinya mencapai 5,2 kali ekuitas serta Sumber Tani Agung Resources (STAA) yang diperdagangkan 3,66 kali ekuitas dan merupakan emiten sawit dengan kapitalisasi pasar terbesar kedua di BEI.
Sementara itu, dua dari tiga emiten sawit dengan ekuitas terbesar, AALI dan SMART (SMAR) milik Grup Sinarmas, diperdagangkan sekitar 0,83 kali ekuitas perusahaan.
Adapun emiten sawit dengan valuasi paling murah termasuk Austindo Nusantara Jaya (ANTJ) dan Salim Ivomas Pratama (SIMP) yang memiliki kapitalisasi pasar sekitar 0,45 kali ekuitas perusahaan.
PTPN sendiri, yang memiliki unit agribisnis beragam, pada akhir 2021 memiliki ekuitas senilai Rp 65,71 triliun.
Kelapa Sawit merupakan sumber utama pendapatan perusahaan yakni Rp 31,26 triliun atau mencapai nyaris 60% pendapatan konsolidasian senilai Rp 53,57 triliun.
Pendapatan lainnya termasuk dari karet Rp 4,85 triliun, produk tanaman lainnya Rp 9,87 triliun dan pendapatan lain Rp 7,60 triliun.
PalmCo yang telah mengungkapkan akan mengonversi lahan karet menjadi sawit membuat lahan perusahaan untuk bisnis kepala sawit mencapai lebih dari 80% total lahan yang dimiliki. Palmco berpotensi memiliki lahan sawit nyaris 700.000 hektar (ha). Angka ini sangat besar dibandingkan dengan AALI dan SMAR yang memiliki lahan produktif perusahaan masing-masing 217.000 ha dan 106.000 ha hektar pada akhir tahun 2021 lalu.
Dengan ekuitas Rp 65,71 triliun yang dimiliki PTPN, apabila 80% atau setara dengan Rp 52,57 triliun dapat menjadi bagian dari entitas spin-off sawit yang akan ditawarkan ke publik, PalmCo berpotensi memiliki valuasi sekitar Rp 50 triliun, mengingat mayoritas emiten sawit di BEI diperdagangkan nyaris setara dengan ekuitas yang dimiliki.
Secara kapitalisasi pasar PalmCo tampaknya dengan mudah akan menjadi emiten kelapa sawit terbesar di BEI. Namun secara global, estimasi kapitalisasi pasar tersebut masih kalah jauh dari Wilmar Internasional yang melantai di Bursa Singapura.
Wilmar Internasional Limited memiliki kapitalisasi pasar SG$ 26,25 miliar atau setara dengan Rp 280 triliun (asumsi kurs Rp 10.660/SGS).
Namun, entitas baru milik PTPN tersebut tampaknya akan menjadi salah satu perusahaan terbesar dengan total lahan sawit produktif terbesar di dunia. Hingga akhir 2021, Wilmar tercatat memiliki 230.000 ha lahan dan pemain besar lain asal Malaysia FGV Holdings milikLembaga Kemajuan Tanah Persekutuan (LKTP) Malaysia memiliki lahan sawit 439 ribu hektar.
Sebagai informasi, saat ini perusahaan masih belum mengeluarkan prospektus IPO dan merinci kinerja keuangan calon entitas baru PalmCo.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PalmCo IPO Kuartal IV, Jadi Perusahaan Sawit Terbesar Dunia
