Transaksi Berjalan Surplus, Harga Mayoritas SBN Malah Turun

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
19 August 2022 18:50
Sun, Ilustrasi Oligasi
Foto: Sun, Ilustrasi Oligasi

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Jumat (19/8/2022) akhir pekan ini, setelah dirilisnya data transaksi berjalan pada periode kuartal kedua tahun 2022.

Mayoritas investor cenderung melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya yield. Hanya SBN berjangka panjang yakni tenor 25 dan 30 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield.

Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 25 tahun melandai 3 basis poin (bp) ke posisi 7,557%. Sedangkan yield berjangka waktu 30 tahun turun tipis 0,1 bp ke 7,341%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara berbalik menguat 4,7 bp ke posisi 7,094%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari dalam negeri, surplus transaksi berjalan meningkat signifikan pada kuartal II-2022 menjadi US$ 3,9 miliar, terutama ditopang oleh kinerja ekspor non-migas yang semakin baik.

Dengan demikian, transaksi berjalan telah mengalami surplus selama 4 kali berturut-turut sejak kuartal III-2021. Pada kuartal III-2021, surplus transaksi berjalan tembus US$ 4,95 miliar, berlanjut surplus US$ 1,51 miliar pada kuartal IV-2021 dan US$ 407 juta pada kuartal I-2022.

Positifnya kinerja transaksi berjalan tersebut terutama didukung oleh peningkatan surplus neraca perdagangan non-migas seiring dengan harga komoditas global yang tetap tinggi.

Di sisi lain, defisit neraca perdagangan migas meningkat dipengaruhi oleh kenaikan impor merespons peningkatan permintaan seiring dengan kenaikan mobilitas masyarakat, serta tingginya harga minyak dunia.

Pada kuartal II-2022, neraca migas mengalami defisit US$ 7,17 miliar. Ini adalah yang terendah sejak 2010.

Lebih lanjut, Bank Indonesia (BI) mencatat defisit neraca pendapatan primer dan neraca jasa juga mengalami peningkatan sejalan dengan akselerasi aktivitas ekonomi domestik dan pembayaran imbal hasil investasi pada periode laporan.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) juga cenderung menanjak pada perdagangan pagi hari ini waktu setempat, karena investor masih mencerna rilis data ekonomi yang dirilis kemarin, yang menunjukkan klaim pengangguran turun lebih rendah dan berada di bawah ekspektasi.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun menguat 2,2 bp ke posisi 3,257% pada hari ini pukul 07:00 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Kamis kemarin di 3,235%.

Sedangkan untuk yield Treasury tenor 10 tahun yang merupakan acuan obligasi negara AS juga menanjak 5,9 bp ke 2,939% pada hari ini, dari sebelumnya pada perdagangan kemarin di 2,88%.

Pada perdagangan kemarin, yield Treasury sempat melandai karena investor merespons risalah rapat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

The Fed mengindikasikan bahwa mereka akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi melambat secara signifikan atau menyentuh target yang ditetapkan, meskipun The Fed dapat segera menurunkan laju pengetatannya.

Kemarin, Negeri Paman Sam mengeluarkan sejumlah data ekonomi seperti klaim pengangguran mingguan dan penjualan existing home. Klaim pengangguran AS turun menjadi 250.000 untuk pekan yang berakhir pada 13 Agustus.

Sedangkan, penjualan rumah existing pada Juli turun hampir 6% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 4,81 juta. Penjualan anjlok 20,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penjualan existing home sudah turun dalam enam bulan beruntun.

Namun, survei Philadelphia Federal Reserve terkait indeks manufaktur menunjukkan indeks sudah naik ke 6,2 bulan ini, dari negatif 12,3 pada Juli. Data ini menunjukkan harapan jika ekonomi AS akan membaik ke depan.

"Pelaku pasar sedikit maju dan mundur memperkirakan apa yang terjadi ke depan. Saat ini mereka melihatnya dengan positif karena pasar masih menanamkan keyakinan jika the Fed akan mampu menekan inflasi," tutur Cliff Corso, chief investment officer at Advisors Asset Management, dikutip dari CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular