Maaf! The Fed Belum Akan Mengendur, Rupiah Terpukul

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 18/08/2022 09:07 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) dini hari tadi menunjukkan suku bunga masih akan terus dinaikkan. Alhasil, rupiah melemah melawan dolar AS pada awal perdagangan Kamis (18/8/2022).

Begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melemah 0,07% ke Rp 14.775/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Depresiasi rupiah bertambah menjadi 0,14% ke Rp 14.785/US$ pada pukul 9:02 WIB

Dalam rilis notula rapat kebijakan moneter dini hari tadi, bank sentral AS (The Fed) menegaskan tidak akan mengendurkan kenaikan suku bunga sampai inflasi melandai secara substansial.


Meski demikian, The Fed tidak memberikan panduan berapa basis poin suku bunga akan dinaikkan September nanti, dan masih melihat rilis data ekonomi sebelum mengambil keputusan.

Pasar sebelumnya melihat sikap The Fed akan sedikit mengendur setelah inflasi mulai melandai. Tetapi, nyatanya The Fed masih tetap akan agresif.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada bulan Juli tumbuh 8,5% (year-on-year/yoy), menurun dari bulan sebelumnya 9,1% (yoy).

"Partisipan (Federal Open Market Committee/FOMC) sepakat hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan jika tekanan inflasi mereda. Inflasi harus direspon dengan pengetatan moneter. Partisipan berkomitmen untuk mengembalikan inflasi ke target sasaran di kisaran 2%," tulis risalah FOMC.

Pasar melihat bank sentral paling powerful di dunia ini akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 2,75% - 3%. Tetapi ada juga yang melihat kenaikan sebesar 75 basis poin.

Suku bunga The Fed saat ini berada di kisaran 2,25% - 2,5% yang dianggap netral. Artinya tidak memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak juga memicu kontraksi. Tetapi, jika lebih tinggi dari level tersebut, maka perekonomian Amerika Serikat berisiko mengalami kontraksi, dan resesi pun semakin nyata.

Jika hanya mengacu pada pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), Amerika Serikat sebenarnya sudah mengalami resesi. Sebab, PDB sudah berkontraksi dua kuartal beruntun. Tetapi dengan pasar tenaga kerja yang masih sangat kuat, banyak yang mengatakan AS tidak mengalami resesi.

Ceritanya akan berbeda jika pasar tenaga kerja AS mulai melemah, dan itu bisa terjadi jika suku bunga di atas netral.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS