Awas! Kejutan dari China Bisa Bikin Rupiah Terpuruk Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah mencapai level terkuat dalam dua bulan terakhir, rupiah melemah cukup tajam 0,51% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.740/US$ Senin kemarin. Padahal, data dari dalam negeri menunjukkan neraca perdagangan mampu mencetak surplus 27 bulan beruntun.
Pada Juli 2022, Indonesia menikmati surplus perdagangan US$ 4,22 miliar. Ini dapat dari ekspor yang senilai US$ 25,57 miliar dan impor US$ 21,35 miliar.
Surplus neraca perdagangan tersebut akan membantu transaksi berjalan juga surplus, yang menjadi fundamental penting bagi rupiah.
Ketika transaksi berjalan surplus, maka devisa akan mengalir ke dalam negeri, sehingga stabilitas rupiah bisa terjaga.
Namun, rupiah belum mampu menguat hari ini, ada faktor teknikal sebab pada pekan lalu mampu melesat lebih dari 1,5% dan berada di level terkuat dalam 2 bulan terakhir. Selain itu, dolar AS kembali perkasa berkat statusnya sebagai aset safe haven setelah rilis serangkaian data ekonomi yang mengecewakan. Rupiah pun berisiko melemah lagi pada perdagangan Selasa (16/8/2022).
Data ekonomi yang mengecewakan dari China kembali memunculkan isu resesi global, apalagi bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga acuannya. Pemangkasan suku bunga menjadi indikasi PBoC melihat perekonomian China mengalami pelambatan.
Secara teknikal, penguatan tajam rupiah pada pekan lalu membuatnya kembali ke bawah support kuat Rp 14.730/US$, sebab merupakan FibonacciRetracement61,8%.
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Namun, rupiah tertahan di sekitar support kuat lagi Rp 14.660/US$ yang merupakan rerata pergerakan 100 hari (moving average 100/MA100), yang membuatnya terkoreksi pada Senin (15/8/2022) rupiah melemah cukup tajam, dan kembali ke kisaran Fib. Retracement 61,8%.
Rp 14.730/US$ kini menjadi level kunci yang bisa menentukan arah pergerakan rupiah di pekan ini.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian juga berada di wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang berada di wilayah oversold tentunya berisiko memicu pelemahan rupiah. Selama tertahan di atas Rp 14.730/US$ rupiah berisiko melemah.
Resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.750/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.785/US$ hingga Rp 14.800/US$.
Sementara jika mampu kembali ke bawah Rp 14.730/US$, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.700/US$. Penembusan ke bawah level tersebut akan membawa rupiah menguat menguji kembali MA 100 di kisaran Rp 14.670/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)