Investor Muda Lebih Paham Kripto Ketimbang Saham
Jakarta, CNBC Indonesia - Kripto masih lebih menarik dibanding aset investasi saham atau obligasi bagi investor ritel. Sebuah survei oleh World Economic Forum (WEF) menunjukkan bahwa investor ritel menganggap pasar saham dan obligasi yang lebih misterius daripada pasar yang "liar" kripto.
Survei oleh WEF menunjukkan 29% investor mengatakan mereka tidak memahami pasar kripto. Tapi, jumlah ini lebih sedikit ketimbang investor yang tidak memahami saham atau obligasi, yakni 40%.
Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa 70% investor ritel berusia di bawah 45 tahun. "Dengan adopsi global dan volume perdagangan kripto yang meningkat secara substansial selama beberapa tahun terakhir, ada banyak desas-desus tentang hal itu, yang kemungkinan mempengaruhi kesadaran produk investor," kata Meagan Andrews, pemimpin investasi di WEF.
"Kurangnya cakupan produk yang lebih tradisional, seperti saham dan obligasi, mungkin juga memiliki efek sebaliknya pada kesadaran."
Berdasarkan usia, investor Kripto didominasi oleh investor milenial. Menurut survei GOBankingRates, 36% menunjukkan bahwa orang usia 18-24 tahun merupakan investor kripto. Sementara usia 25-34 tahun sebesar 40% nya sudah investasi di kripto dalam dua tahun terakhir.
Nilai pasar kripto menggelembung hingga US$ 3 triliun tahun lalu, menurut platform data CoinMarketCap.com. Namun, saat ini telah kehilangan hampir dua pertiga nilainya di tengah melonjaknya inflasi dan pengetatan kondisi keuangan.
Puncak pasar kripto tetap sangat kecil dibandingkan dengan pasar ekuitas global mencapai US$ 124,4 triliun dan pasar obligasi US$ 126,9 triliun pada 2021, menurut Asosiasi Industri Sekuritas dan Pasar Keuangan.
Survei tersebut dilakukan saat investor ritel menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan saat mereka bersatu di forum media sosial untuk mendorong aksi unjuk rasa GameStop dan menekan dana lindung nilai bearish.
Sebuah jajak pendapat oleh Gallup yang diterbitkan pada Mei menunjukkan 58% masyarakat Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka memiliki saham.
Survei WEF terhadap lebih dari 9.000 individu di sembilan negara juga mengungkapkan bahwa mayoritas investor ingin membangun kekayaan jangka panjang.
Namun, sekitar 40% dari mereka yang disurvei tidak berinvestasi dan mengatakan mereka melakukannya karena mereka tidak tahu cara berinvestasi atau merasa investasi terlalu membingungkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras)