
Deretan Kripto Tercuan & Terboncos Juli, Ada Punya Kamu?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja pasar kripto pada Juli 2022 jauh membaik dibandingkan dengan bulan sebelumnya, karena pelaku pasar kripto mulai memupuk rasa optimis setelah mereka mengalami kerugian yang cukup besar akibat kejatuhan kripto pada Mei-Juni lalu.
Berdasarkan data dari CoinMarketCap, dari sepuluh kripto berkapitalisasi pasar besar (big cap), hanya satu kripto berjenis stablecoin yang mencatatkan kinerja negatif pada bulan lalu, yakni stablecoin USD Coin (USDC).
Sedangkan sisanya berhasil rebound setelah mengalami koreksi parah pada periode Mei-Juni 2022. Meski sudah mulai rebound. Tetapi beberapa belum kembali pulih ke kisaran harga sebelum Mei lalu.
Misalkan Bitcoin, meski sudah berhasil rebound, tetapi koin digital (token) terbesar berdasarkan kapitalisasi pasarnya masih belum mampu menembus level psikologisnya di US$ 30.000.
Tetapi, dengan berhasil tembusnya kisaran harga US$ 24.000, menandakan bahwa Bitcoin sudah jauh lebih baik dari posisi pada pertengahan Juni lalu yang sempat menyentuh level terendahnya sejak tahun 2017.
Sementara itu, dari deretan kripto big cap, token Ethereum memimpin penguatan sepanjang Juli lalu, di mana token alternatif (alternate coin/altcoin) terbesar itu melejit lebih dari 60%.
Berikut pergerakan 10 kripto big cap pada Juli 2022.
![]() |
Tak hanya big cap yang mulai rebound, beberapa kripto lainnya juga terpantau cerah bergairah pada bulan lalu.
Berikut ini kenaikan kripto terbesar (top gainers) sepanjang Juli 2022.
![]() |
Namun, saat kripto cenderung positif pada bulan lalu, beberapa kripto tercatat masih mengalami koreksi. Tetapi, jumlah kripto yang terkoreksi cenderung lebih sedikit ketimbang kripto yang sudah rebound. Bahkan koreksinya berada di bawah 12%.
Salah satunya yakni stablecoin USD Coin yang masuk ke kripto terkoreksi pada bulan lalu.
Adapun berikut ini koreksi kripto terbesar (top losers) sepanjang Juli 2022.
![]() |
Bulan Juli tahun ini bisa dikatakan menjadi periode pembalikan arah bagi pasar kripto. Setelah aset digital ini dilanda kehancuran pada periode Mei-Juni 2022, kripto mulai perlahan pulih meskipun masih sangat jauh untuk mencapai level tertinggi sepanjang masa.
Sentimen pasar global yang cenderung membaik ditambah dengan psikologis pasar yang tidak ingin berlarut-larut dalam kekhawatiran menjadi pendorong pergerakan kripto menjadi positif pada bulan lalu.
Meski begitu, sejatinya sentimen pasar masih berkutat pada inflasi, kenaikan suku bunga, dan perlambatan ekonomi, terutama di Amerika Serikat (AS).
Pada pekan lalu, tepatnya Kamis dini hari waktu Indonesia, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menaikkan kembali suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) sebesar 75 basis poin (bp) menjadi 2,25% hingga 2,5%.
Hal ini sesuai dengan prediksi beberapa pelaku pasar yang memperkirakan The Fed akan menaikan suku bunganya sebesar 75 bp pada bulan ini.
Sebelumnya, investor masih khawatir bahwa upaya berkelanjutan The Fed untuk menurunkan inflasi dapat mendorong ekonomi ke jurang resesi, atau bahkan mungkin sudah berada dalam resesi.
Namun, kekhawatiran itu mereda setelah Ketua The Fed, Jerome Powell mengisyaratkan bahwa laju kenaikan suku bunga bisa saja melambat.
Kemudian pada Jumat pekan lalu, US Bureau of Economic Analysis melaporkan pembacaan awal terhadap ekonomi Negeri Paman Sam, yang menunjukkan adanya kontraksi alias pertumbuhan negatif negatif 0,9% pada kuartal II-2022 dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq).
Pada kuartal I-2022, Produk Domestik Bruto (PDB) AS juga terkontraksi 1,6% (qtq).
Saat ekonomi suatu negara mengalami kontraksi kuartalan dalam dua kuartal beruntun, itu disebut dengan resesi teknikal. So, Negeri Paman Sam kini sudah resmi masuk ke 'jurang' resesi.
Memang AS saat ini sudah mengalami resesi teknikal. Tetapi, beberapa orang penting di AS belum mengakui bahwa Negeri Paman Sam mengalami resesi.
Presiden AS Joe Biden, Menteri Keuangan AS Janet Yellen, hingga Gubernur The Fed Jerome Powell menolak percaya hal tersebut.
Hal ini ditegaskan ketiganya baik sebelum data PDB kuartal II-2022 rilis maupun setelahnya.
"Kami tidak akan berada dalam resesi dalam pandangan saya," kata Biden kepada wartawan awal pekan lalu.
Powell juga mengatakan tak percaya ekonomi AS berada dalam resesi. Ia juga yakin negara itu dapat menghindarinya perlambatan ekonomi tersebut, bahkan secara agresif memerangi inflasi.
"Kami mencoba melakukan dengan tepat. Kami tidak 'mencoba' untuk membuat munculnya resesi dan kami pikir kami tidak harus melakukannya," kata Powell kepada wartawan setelah keputusan Fed untuk menaikkan suku bunga acuan 75 bp menjadi 2,25% hingga 2,5%, dikutip AFP Rabu, sehari sebelum data PDB terbaru dirilis.
Setelah data baru keluar, Yellen pun menolak negaranya disebut resesi kendati ekonomi AS terbukti terkontraksi. Ia mengatakan ekonomi AS berada dalam keadaan transisi, bukan resesi, meskipun dua kuartal berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gerak Kripto Masih Kayak Gini, Susah Bikin Kaya Lagi
