
Mulai Nanjak, Tren Bearish Bursa AS Mulai Berakhir?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks saham acuan AS mengakhiri perdagangan pekan lalu dengan reli. Secara mingguan, Dow Jones, S&P 500 dan Nasdaq Composite kompak finish di zona hijau.
Indeks Dow Jones menguat nyaris 3% sepekan, sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite melesat lebih tinggi dengan apresiasi masing-masing 4% dan 5%.
Bahkan dalam satu bulan terakhir atau mengawali kuartal III-2022, kinerja indeks saham AS juga ciamik. Ketiga indeks saham acuan bursa New York naik dan memberikan return lebih dari 5%.
Dengan kondisi tersebut, mulai banyak pihak yang menilai bahwa kondisi bearish di pasar saham sudah berakhir. Investor kenamaan AS seperti Cathie Wood bahkan menilai growth stock akan kembali memimpin penguatan seiring dengan berakhirnya fase bearish di pasar saham.
Senada dengan Cathie Wood, Tom Lee dari Fundstrat Global Advisors juga memprediksi bahwa pasar saham akan kembali menyentuh level tertingginya sebelum akhir tahun. Namun, pandangan berbeda dilontarkan oleh Lisa Shallet CIO dan Wealth Management dari Morgan Stanley.
Dalam opininya, Lisa menyampaikan bahwa pandangan tersebut masih terlalu prematur, alias terlalu dini untuk mengatakan bahwa fase bearish sudah berakhir. "Salah satu yang memicu antusiasme tersebut adalah adanya ekspektasi bahwa Fed akan kembali menerapkan kebijakan moneter longgar lagi, dengan penurunan suku bunga acuan paling cepat pada kuartal I-2023" papar Lisa.
Harapan tersebut bukan tanpa sebab karena ekonomi AS dibayangi oleh perlambatan bahkan resesi. Ingat, pada kuartal II-2022, PDB AS mengalami kontraksi setelah di kuartal I juga mengalami penurunan yang bisa menjadi pertanda adanya resesi teknikal.
Lisa juga mengkonfirmasi bahwa beberapa indikator lain mengkonfirmasi adanya tanda perlambatan ekonomi yaitu harga minyak yang terus turun terutama West Texas Intermediate (WTI), data penjualan rumah AS yang terus menurun dan angka klaim pengangguran yang meningkat.
Hanya saja Lisa juga menegaskan bahwa The Fed belum akan mengakhiri pengetatan moneternya karena suku bunga masih jauh lebih rendah dari laju inflasi.
Ditambah lagi laju inflasi juga masih lebih tinggi dari kenaikan upah karyawan, sehingga Lisa berpendapat bahwa proyeksi pertumbuhan laba bersih perusahaan yang diprediksi naik 8% tahun depan masih terlalu optimistis.
Terakhir, Lisa menyarankan dengan kondisi tersebut, investor diharapkan untuk memilih sektor yang memiliki arus kas sehat, serta aset-aset dengan imbal hasil serta pertumbuhan di atas rata-rata tetapi memiliki valuasi yang rasional. Sektor pilihan Lisa berada di sektor Keuangan, Energi dan Kesehatan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah