
Rupiah Sedang Gagah Perkasa, Bisa ke Rp 14.700/US$ Pekan Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah merosot selama 7 pekan beruntun rupiah akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS). Tidak sekedar menguat, rupiah bahkan melesat sepanjang pekan lalu dan menjadi terbaik ketiga, saat bank sentral AS (The Fed) kembali menaikkan suku bunga dengan agresif.
Data dari Refinitiv menunjukkan rupiah melesat 1,2% dalam sepekan ke Rp 14.830/US$, yang menjadi level terkuat dalam satu bulan terakhir. Penguatan rupiah tersebut hanya kalah dari yen Jepang dan peso Filipina yang menguat 2,1% dan 1,37%.
Pada Kamis dini hari waktu Indonesia, Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) sepakat untuk kembali menaikkan suku bunga acuan. Federal Funds Rate didongrak 75 basis poin (bps) menjadi 2,25-2,5%.
"Komite memutuskan untuk menaikkan kisaran target Federal Funds Rate menjadi 2,25-2,5%. Ke depan, kami mengantisipasi kenaikan lebih lanjut sebagai hal yang layak (appropriate)," sebut keterangan tertulis The Fed.
Kebijakan tersebut sudah diantisipasi pelaku pasar, bahkan sebelumnya sempat ada spekulasi kenaikan 100 basis poin. Selain itu, ketua The Fed, Jerome Powell, yang memberikan indikasi tidak akan lebih agresif akhirnya membuat indeks dolar AS jeblok, dan rupiah mampu menguat tajam.
Selain itu, perekonomian Amerika Serikat (AS) mengalami kontraksi lagi di kuartal II-2022. Secara umum, kontraksi dua kuartal beruntun dikatakan sebagai resesi, tetapi banyak yang mengatakan hal tersebut tepat di AS saat, salah satu penyebabnya yakni pasar tenaga kerja yang kuat.
Sementara itu dari dalam negeri di pekan ini akan dirilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022, ada juga data inflasi serta aktivitas sektor manufaktur yang bisa mempengaruhi pergerakan rupiah.
Secara teknikal, penguatan tajam rupiah terjadi setelah membentuk pola Doji pada perdagangan Jumat (22/7/2022).
Pola Doji menjadi menunjukkan secara psikologis pasar masih galau menentukan arah, Tetapi ketika muncul saat naik, maka peluang berbalik turun lebih besar. Artinya Rupiah berpeluang menguat.
Selain itu indikator Stochastic pada grafik harian juga berada di wilayah jenuh beli (overbought) dalam waktu yang cukup lama, sehingga memicu penguatan rupiah.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic kini sudah menurun, tetapi belum mencapai wilayah oversold, sehingga ruang penguatan rupiah masih terbuka.
Support terdekat berada di kisaran Rp 14.800/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat ke kisaran Rp 14.730/US$ di pekan ini.
Level tersebut akan menjadi support kuat yang menahan penguatan rupiah, sebab merupakan Fibonacci Retracement 61,8%. Sejak saat itu, rupiah terus mengalami tekanan.
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Penembusan konsisten di bawah level tersebut akan membuka peluang penguatan rupiah lebih jauh.
Sementara selama tertahan di atas Rp 14.800/US$, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.875/US$. Jika ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.900/US$ sampai Rp 14.910/US$ di pekan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
