Resesi & Ketidakpastian Mengancam, Perusahaan AS Bertahan?
Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah kenaikan suku bunga siklus keempat dan data PDB AS yang mengalami kontraksi dua kuartal beruntun, banyak perusahaan besar Amerika tercatat masih melaporkan kinerja keuangan yang kuat.
CEO American Express Stephen Squeri menyebut bahwa perusahaannya memiliki kuartal yang luar biasa, setelah perusahaan melaporkan rekor pendapatan.
Christopher Nassetta, Kepala Eksekutif Hilton Worldwide, juga mengirimkan sinyal yang sama dengan perusahaan mencatat bahwa pendapatan per kamar di sebagian besar wilayah utama dunia sekarang berada di atas level 2019.
Optimisme perusahaan tampaknya bertentangan dengan pandangan suram The Fed untuk menahan ekonomi agar inflasi turun. Meski terlihat berbeda 180 derajat kondisi ekonomi yang dilihat The Fed dan apa yang dirasakan oleh perusahaan sama-sama valid.
Gambaran lengkap dari momen ekonomi yang aneh ini mungkin lebih baik ditelisik dengan mempertimbangkan kedua belah pihak bersama-sama, gubernur bank sentral dan CEO perusahaan, tidak peduli betapa berbedanya pandangan mereka.
Sejauh ini, dengan kira-kira setengah dari semua perusahaan besar AS telah melaporkan kinerja keuangan mereka, musim pendapatan ini belum memberikan banyak bukti bahwa ekonomi sedang memasuki masa suram, dan hampir tidak ada CEO yang mengumumkan PHK massal dalam panggilan pendapatan (earning call).
Perusahaan besar seperti Meta, misalnya - memang melaporkan angka yang mengecewakan, dan CEO Mark Zuckerberg tidak yakin dengan masa depan perusahaan. Tapi, raksasa teknologi lain, yang adalah saham berpengaruh di wall street termasuk Alphabet, Amazon, Apple, dan Microsoft, semuanya merilis kinerja yang positif, meski tidak luar biasa, tapi cukup untuk meyakinkan investor bahwa bisnis mereka tidak sekonyong-konyong ambruk.
Sepertinya, ini yang menjadi dorongan dan memberi sentimen positif bagi Wall Street dan mengabaikan tekanan negatif kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi. Dimana Indeks saham S&P 500 melambung sekitar 12%. Selain itu, menurut data dari FactSet, analis Wall Street masih memperkirakan bahwa pendapatan untuk perusahaan-perusahaan di S&P 500 akan tumbuh 10% tahun ini, menambah bahan bakar bagi kenaikan saham di pasar modal.
Meski demikian, sebagian besar pertumbuhan itu diharapkan datang dari perusahaan energi, yang telah diuntungkan dari harga minyak dan gas yang lebih tinggi, analis memperkirakan keuntungan akan meningkat di delapan dari 11 industri yang terwakili dalam indeks.
Kondisi ini sangat bertentangan dengan gambaran "resesi" yang ada di benak banyak orang. Melesatnya indeks Wall Street akibat kinerja apik perusahaan bagi sebagian orang di Wall Street dianggap sebagai optimisme itu tidak masuk akal. Michael Burry, investor yang meramalkan krisis perumahan AS 2008, menulis di Twitter pada hari Selasa bahwa kinerja keuangan yang positif terasa seperti "hore terakhir."
Belum selesai memerangi inflasi, bank sentral diperkirakan akan terus menaikkan biaya pinjaman, yang akan membuat investasi perusahaan menjadi lebih mahal dan mengurangi permintaan akan produk dan layanan perusahaan.
Banyak hal bisa berbalik dengan cepat, menurut sejumlah analis dan ekonom yang pesimis atas prospek ke depan. Mereka menganggap banyak perusahaan untuk beberapa waktu hidup dalam gelembung di mana mereka dapat terus menaikkan harga mereka dan pelanggan tetap patuh merogoh kocek, menciptakan keuntungan besar.
(fsd)