Gawat! Selangkah Lagi Rupiah Ke Level Rp 15.000/US$
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah sempat melibas dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan, tapi kemudian berbalik arah menjadi terkoreksi hingga di pertengahan perdagangan Selasa (19/7). Apa penyebabnya?
Melansir Refinitiv, rupiah di sesi awal perdagangan menguat tipis 0,05% ke Rp 14.975/US$. Sayangnya, rupiah berbalik arah menjadi terkoreksi 0,05% ke Rp 14.990/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Indeks dolar AS yang mengukur kinerja sang greenback terhadap 6 mata uang dunia lainnya, mencapai posisi terendah pekan ini pada Senin (18/7) ke 106,88, karena pasar mengurangi prediksinya akan kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebesar persentase poin penuh di bulan ini.
Namun, pukul 11:00 WIB, indeks dolar kembali menguat 0,11% ke posisi 107,49 dan berada tidak jauh dari rekor tertinggi dua dekade atau sejak September 2002 di 109,29 yang telah dicapainya pekan lalu.
Menurut jajak pendapat Reuters periode 11-18 Juli menunjukkan bahwa sebanyak 29 analis atau 60% memprediksikan bahwa Bank Indonesia (BI) masih akan mempertahankan suku bunga kebijakan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di 3,5% pada pertemuan selanjutnya pada 21 Juli. Namun, sebanyak 11 analis memperkirakan kenaikan 25 basis poin.
Meskipun, inflasi per Juni 2022 berada di 4,35% secara tahunan, tapi inflasi inti masih di 2,63% dan berada dalam kisaran target BI di 2%-4%.
"BI diperkirakan akan menahan suku bunga acuan pekan ini, karena inflasi inti yang terkendali dan surplus perdagangan yang kuat memberikan dukungan terhadap rupiah," analis senior DBS Radhika Rao dikutip Reuters.
Dia juga menambahkan bahwa tekanan untuk menaikkan suku bunga tetap meningkat karena kenaikan suku bunga yang agresif memacu indeks dolar AS untuk menguat di pasar spot, sehingga diprediksikan BI akan menaikkan suku bunga acuan pertamanya pada Agustus atau September.
Mayoritas ekonom setuju akan ada lebih banyak pengetatan yang akan datang dan melihat tingkat suku bunga mencapai 4% pada akhir September. Sementara, 15 dari 20 responden memiliki pandangan sampai akhir tahun melihat tingkat mencapai 4,25% atau lebih tinggi.
Jajak pendapat menunjukkan inflasi diperkirakan rata-rata 3,9% tahun ini dan turun menjadi 3,5% pada 2023, meningkat dari prediksi sebelumnya di 3,4% untuk tahun ini dan 3,2% di 2023 yang diprediksi pada bulan April.
Penguatan dolar AS di pasar spot, tampaknya masih menjadi halangan untuk laju rupiah hari ini. Selain itu, prediksi pasar bahwa BI masih akan menahan suku bunganya ikut menekan pergerakan rupiah.
Sebenarnya tanda-tanda Mata Uang Garuda terkoreksi sudah teridentifikasi di pasar Non-Deliverable Forward (NDF). Rupiah kembali tertekan jika dibandingkan dengan penutupannya pada perdagangan Senin (18/7).
Periode | Kurs Senin (18/7) pukul 15:13 WIB | Kurs Selasa (19/7) pukul 11:05 WIB |
1 Pekan | Rp14.975,0 | Rp14.999,0 |
1 Bulan | Rp14.014,3 | Rp15.046,0 |
2 Bulan | Rp15.043,0 | Rp15.088,5 |
3 Bulan | Rp15.078,1 | Rp15.121,0 |
6 Bulan | Rp15.130,2 | Rp15.216,0 |
9 Bulan | Rp15.242,7 | Rp15.301,0 |
1 Tahun | Rp15.317,5 | Rp15.378,0 |
2 Tahun | Rp15.750,9 | Rp15.768,2 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)