Investor Menanti Hasil Rapat BI, Yield SBN Kembali Menguat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
18 July 2022 18:56
Sun, Ilustrasi Oligasi
Foto: Sun, Ilustrasi Oligasi

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Senin (18/7/2022) awal pekan ini, di mana investor menanti kebijakan suku bunga terbaru Bank Indonesia (BI)

Mayoritas investor kembali melepas SBN hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor. Hanya SBN tenor 25 tahun yang masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan menguatnya harga. Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 25 tahun turun 1,2 basis poin (bp) ke posisi 7,59% hari ini.

Sementara itu, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menguat 2 bp ke 7,382% pada perdagangan hari ini. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Investor di dalam negeri menanti hasil rapat dari Dewan Gubernur BI pada 20 dan 21 Juli mendatang. Pasar akan melihat apakah Gubernur BI, Perry Warjiyo dan kolega akan menaikkan suku bunga acuannya BI 7-Day Reverse Repo Rate, atau masih mempertahankannya di rekor terendah sepanjang sejarah 3,5%.

Sejauh ini, BI masih enggan menaikkan suku bunga, sebab inflasi inti di dalam negeri masih rendah, begitu juga nilai tukar rupiah yang masih di bawah Rp 15.000/US$. Memang sepanjang tahun ini rupiah sudah melemah sekitar 4,9% melawan dolar Amerika Serikat (AS), tetapi kinerjanya jauh lebih baik dari mata uang utama Asia lainnya.

Meski bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sangat agresif menaikkan suku bunga, tetapi Perry berulang kali menegaskan tidak perlu merespon dengan ikut menaikkan suku bunga. Inflasi inti dan stabilitas rupiah tetap dijadikan patokan. Meski demikian, Perry juga menyatakan kesiapannya dalam menaikkan suku bunga. 

Bank Indonesia akan tetap mewaspadai tekanan inflasi dan dampaknya terhadap ekspektasi inflasi, serta siap menyesuaikan suku bunga jika ditemukan tanda-tanda peningkatan inflasi inti," kata Deputi Gubernur Juda Agung dalam diskusi bertema 'Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery', Rabu (13/7/2022) di Bali.

Sementara itu dari AS, yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) cenderung menguat pada hari ini, di mana investor menanti langkah kebijakan The Fed selanjutnya pada pertemuan terbarunya pekan depan.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun naik 2,4 bp ke posisi 2,954% pada hari ini pukul 06:22 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Jumat pekan lalu di 2,93%.

Adapun untuk yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun hingga kini masih lebih tinggi dari yield Treasury tenor 10 tahun. Yield Treasury tenor 2 tahun juga naik 1,4 bp ke 3,149%, dari sebelumnya pada Jumat pekan lalu di 3,135%.

Inversi kurva yield atau ketika yield obligasi pemerintah jangka pendek lebih tinggi dari jangka panjang, sering dilihat oleh pasar sebagai tanda bahwa resesi akan datang. Sebelumnya, banyak analis telah menyarankan bahwa kenaikan suku bunga 100 basis poin dapat dilakukan setelah inflasi terus meningkat lebih dari yang diharapkan.

Namun Gubernur The Fed Christopher Waller mengatakan bahwa dia tetap mendukung kenaikan 75 bp, tetapi dia akan memantau lebih lanjut data ekonomi dan ketenagakerjaan terbaru yang dirilis dan dapat mendukung langkah yang lebih besar jika perlu.

Ancaman pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif yang diperlukan untuk mengendalikan inflasi telah menyebabkan kekhawatiran tentang potensi resesi ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular