Pejabat Elit Fed "Ogah" Kerek Bunga 100 Bps, Rupiah Melesat!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mengawali perdagangan Senin (18/7/2022) dengan menguat cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) setelah melemah dalam 6 pekan beruntun. Indeks dolar AS yang turun sejak Jumat pekan lalu membuat rupiah mampu menjauhi Rp 15.000/US$ pagi ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,27% ke Rp 14.950/US$. Penguatan tersebut bertambah menjadi 0,34% ke Rp 14.940/US$ pada pukul 10:09 WIB.
Tanda-tanda rupiah akan menguat sudah terlihat di pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat pagi ini ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan Jumat.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Periode | Kurs Jumat (15/7) pukul 15:13 WIB | Kurs Senin (18/7) pukul 8:58 WIB |
1 Pekan | Rp15.030,5 | Rp14.969,8 |
1 Bulan | Rp15.080,5 | Rp14.988,8 |
2 Bulan | Rp15.126,0 | Rp15.055,1 |
3 Bulan | Rp15.153,0 | Rp15.089,3 |
6 Bulan | Rp15.263,6 | Rp15.171,4 |
9 Bulan | Rp15.342,7 | Rp15.260,4 |
1 Tahun | Rp15.432,6 | Rp15.333,2 |
2 Tahun | Rp15.752,0 | Rp15.740,7 |
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Indeks dolar AS pada Jumat lalu merosot 0,44%, dan pagi ini turun lagi 0,28% ke 107,75.
Penurunan tersebut terjadi setelah beberapa pejabat elit bank sentral AS (The Fed) menyatakan lebih memilih menaikkan suku bunga 75 basis poin di bulan ini, ketimbang 100 basis poin seperti ekspektasi pelaku pasar.
Presiden The Fed wilayah St. Louis, James Bullard mengatakan meski inflasi belum mencapai puncaknya, iya yakin di tahun 2023 akan terjadi penurunan, dan untuk saat ini ia tidak mendukung kenaikan 100 basis poin.
Bullard merupakan salah satu pejabat The Fed yang paling hawkish. Pernyataannya yang tidak mendukung kenaikan 100 basis poin menjadi 2.5% - 2,75% langsung membuat probabilitas di pasar menurun.
Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat probabilitas kenaikan 100 basis poin hanya 28%, turun jauh ketimbang pekan lalu yang mencapai 80% setelah rilis data inflasi yang menembus 9,1% year-on-year (yoy) tertinggi dalam 41 tahun terakhir.
Sementara probabilitas kenaikan sebesar 75 basis poin menjadi 2,25% - 2,5% kini sebesar 71%. Hal ini membuat indeks dolar AS mengalami koreksi yang membuat rupiah mampu menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)